-->

MELIHAT KONDISI PENERBANGAN INDONESIA DITENGAH PANDEMI CORONA

Oleh: Khoirotiz Zahro V, S.E. (Aktivis Muslimah Surabaya)

Penamabda.com - Industri penerbangan hampir kehabisan nafas untuk bertahan hidup di tengah krisis keuangan akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.

PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk tengah menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan. Pandemi Covid-19 menyebabkan masyarakat memilih tidak bepergian, termasuk menggunakan pesawat. Hal ini jelas membuat operator kehilangan pendapatannya. Termasuk Garuda Indonesia. Kompas.com, (16/7/20). 

Tak hanya maskapai penerbangan bisnis pengelolaan bandara juga tak bisa melarikan diri dari dampak merebaknya virus Corona Covid-19.

Selain Indonesia, maskapai asing juga merasakan pahitnya dampak Corona Covid-19. Misalnya, maskapai American Airlines yang mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 25 ribu karyawannya atau sekitar 29 persen dari total tenaga kerja saat ini. Liputan6.com (18/7/20).

Sebanyak 102 pesawat menganggur atau hanya terparkir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pesawat tersebut tidak dioperasikan akibat pandemi Corona Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu.

Tidak dioperasikannya armada pesawat tersebut karena berbagai latar belakang. Mulai dari merosotnya permintaan, perlu perawatan pesawat, serta persoalan dengan mitra masing-masing maskapai.

Moody’s Investors Service memperkirakan jumlah penumpang maskapai global tidak akan kembali ke level pra-virus Corona setidaknya hingga 2023, bisnis.com (17/7/20).

Moody pun mengemukakan kunci pemulihan sektor ini terletak pada penemuan vaksin untuk Covid-19. Sementara itu, pemerintah diperkirakan bakal terus memberikan dukungan stimulus bagi industri ini untuk bertahan hidup.

Ketika vaksin kemungkinan tidak akan ada sebelum 2021, dan kemungkinan membutuhkan waktu lebih lama hingga vaksin bisa mengatasi potensi mutasi virus, dukungan tambahan dari pemerintah masih dibutuhkan,” dikutip dari laporan itu.

Bagi orang beriman yang meyakini bahwa.pandemi ini tidak lain dan tidak bukan datangnya hanya dari Allah swt maka sikap yang harus ditunjukkan adalah menguatkan keimanan pada Allah. Menyandarkan diri hanya pada Allah SWT (tawakal), serta selalau ikuti protokol kesehatan yang menganjurkan untuk tetep dirumah aja jangan bepergian jika bukan hal yang mendesak. 

Kondisi saat ini sangat berbeda, bahwa semua sektor terkena dampaknya. Apalagi industri transportasi ini adalah backbone dari insutri-industri lainnya terkait kegiatan mobilisasi penumpang dan barang. Ketika aktivitas mobilisasi menjadi “makruh” (lebih baik tidak dilakukan) untuk mencegah penyebaran Covid-19, ini pasti menjadi masalah.

Apalagi, pandemi ini clustering, dan penyebaran yang luas itu selalu identik dengan pesawat.

Imam Ibnu Katsir menceritakan bahwa bencana yang terjadi pada tahun 18 Hijriyah itu membuat tanah di kota Madinah menghitam karena sedikitnya hujan. Para ulama pun menyebutnya sebagai ‘am ramadha atau tahun kekeringan.

Ujian yang kedua adalah wabah ‘Thaūn Amwās yang menyerang wilayah Syam. Wabah ini dikabarkan telah menghantarkan kematian tidak kurang dari 30 ribu rakyat. Bukan saja warga negara biasa, bahkan penyakit ini pun menyerang beberapa sahabat Khalifah Umar seperti Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, dan Suhail bin Amr yang mengantarkan pada wafatnya mereka.

Sekalipun ditimpa dua bencana besar, namun Khalifah Umar tidak kehilangan kendali. Beliau tetap menunjukkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang bersegera menyelesaikan masalah rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Kedua bencana tersebut dihadapi dengan solusi yang menyelesaikan.

Kesuksesan melawan wabah yang telah diraih khalifah Umar in syaa Allah akan terulang kembali karena faktor utamanya bukan terletak pada beliau sebagai pribadi, namun disebabkan karena sistem aturan yang diterapkan oleh beliau.

Tepatnya karena sistem Islam yang dilaksanakannya secara sempurna mengikuti jejak pendahulunya yaitu Baginda Rasulullah saw dan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Tentu saja siapa pun bisa meneladaninya dengan syarat menjadikan Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya sebagai panutan.

Adalah aturan yang diberlakukan hanya yang berasal dari Allah SWT, karenanya penerapan hukum syara merupakan sebuah keniscayaan.

Pilar utamanya adalah negara yang siap sebagai institusi pelaksana syariah secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk penetapan kebijakan penanggulangan wabah.

Negara hadir sebagai penanggung jawab urusan umat. Negara senantiasa ada dan terdepan dalam setiap keadaan. Negara tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain.

Oleh: Khoirotiz Zahro V, S.E. (Aktivis Muslimah Surabaya)