-->

Bingung Anggaran, Saatnya Kembali kepada Islam

Oleh : Puspita Ningtiyas,  SE

Penamabda.com - Pemerintah mengatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha yang mengatakan bahwa kasus positif saat ini memang semakin tinggi karena tes yang semakin banyak, namun rasio kasus sebenarnya sama. “Anggaran yang dialokasikan tersebut sudah mempertimbangkan perkiraan dan modeling untuk jumlah kasus hingga ratusan ribu orang yang positif Covid-19 hingga akhir tahun,” ungkap Kunta dalam diskusi virtual, Jumat.

Selain itu, pemerintah beranggapan naiknya kasus hanya karena tes yang semakin massif, bukan karena kurang efektifnya pemutusan rantai sebaran virus. Karena itulah pemerintah terkesan kurang aware bahkan seolah menganggap hal tersebut adalah prestasi yang diraih karena berhasil melakukan tes ke sebagian besar rakyatnya. 

Ini adalah sudut pandang keliru yang mendukung ketidakoptimalan dana kesehatan meski dampak wabah semakin meluas. Padahal jelas, masalahnya adalah kondisi yang semakin parah disebabkan kebijakan pelonggaran di berbagai wilayah saat wabah masih mendera. Sangatlah beresiko terlebih kondisi masyarakat tidak sesuai ekspektasi karena edukasi yang belum merata. Sebagaimana disampaikan  Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 bahwa produktif di tengah masa pandemi virus corona (COVID-19) atau masa normal baru, semakin berisiko di sejumlah daerah . "Gambaran-gambaran ini meyakinkan kita bahwa aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai produktivitas kembali di beberapa daerah masih berisiko. Ini karena ketidakdisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan," kata dia saat telekonferensi, Sabtu, 4 Juli 2020.

Jadi program pelonggaran PSBB lah yg seharusnya dievaluasi. Harusnya pemerintah segera membuat terobosan baru penanganan covid-19 dengan resiko rendah, dan juga meningkatkan anggaran penanganan terutama di bidang kesehatan. 

Secara matematis, memang sangat susah mencari peluang untuk negara bisa sepenuhnya  hadir menangani dampak  wabah ini baik dari aspek ekonomi maupun penanganan dari aspek kesehatan, mengingat sumber daya terbatas karena pola ekonomi kapitalis yang hanya mengacu pada pajak dan hutang luar negeri.  Sedangkan di sisi lain,  SDA melimpah diambil oleh asing, kalau tidak mau dikatakan,  "telah diberikan dengan sukarela".

Karena itulah sangat penting adanya kejelasan kepemilikan negara terhadap sumber daya alam ( SDA) yang ada di satu negeri. Karena  SDA yang melimpah bisa menjadi modal besar untuk berdaulat, berdiri di kaki sendiri bahkan menjadi pemimpin negara-negara di dunia. 

Begitulah Islam menjadikan kepemilikan umum agar di kelola negara.  Diantara kepemilikan umum tersebut sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits.

Dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR Ibnu Majah)

Inilah konsep Islam yang butuh diterapkan agar seret ekonomi saat atasi wabah bisa diselesaikan. Penerapnya adalah konstitusi yang juga berasal dari Islam,  dicontohkan oleh Rasulullah SAW,  diteruskan oleh Khulafaurrasyidin,  dan bertahan selama 1400. Konstitusi itu bernama Khilafah Rasyidah yang Insya Allah akan kembali sebagaimana janji Allah dalam surat An-Nur 55.

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang yang fasik." (An-Nur :55)