Keadilan dalam Demokrasi, Hanya Ilusi
Oleh : Umi Rizkyi (Anggota Komunitas Setajam Pena)
Penamabda.com - Ilusi, ternyata dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya sesuatu yang hanya angan-angan/khayalan belaka. Inilah sesungguhnya yang terjadi di negeri kita tercinta ini. Di mana negera mengadopsi sistem kapitalisme-demokrasi. Jangankan keadilan, sama rata, sama rasa saja jauh dari kata keadilan.
Saat ini, negeri kita digegerkan dan digoncangkan dengan pembahasan tentang keadilan yaitu yang diterima oleh pelaku/terdakwa penyiraman air keras kepada salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan, yang terjadi kurang lebih 2-3 tahun yang lalu.
Seperti yang telah dilansir dari detiknews.com (11/06/2020), jaksa menuntut dua pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan dengan hukum pidana selama satu tahun penjara. Sebenarnya para tokoh masyarakat, dan ulama-ulama mempertanyakan apa alasan jaksa memberi tuntutan yang dirasa sangat ringan dan enteng sekali.
Dalam pertimbangan surat tuntutan yang dibaca jaksa penuntut umum di pengadilan negeri Jakarta Utara jalan Gajah Mada, Gambir Jakarta Pusat, Kamis 11/6/2020, alasan jaksa yang pertama yaitu jaksa menyebutkan bahwa ke dua orang terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke bagian wajah Novel. Menurut jaksa ke dua terdakwa hanya ingin menyiram air keras ke badannya, namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa maka mata sebelah kiri Novel Baswedan tidak berfungsi hingga cacat permanen.
Di sini, jaksa menyebutkan kasus ini kepada terdakwa hanya dakwaan primer yang didakwakan dalam kasus ini tidak terbukti. Maka dari itu, jaksa hanya menuntut kedua pelaku dengan dakwaan subsider.
Ke dua, alasan jaksa yaitu karena terdakwa telah mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada Novel Baswedan dan keluarga. Terdakwa hanya diduga melanggar pasal 353 ayat 2 ketetapan Jantu pasal 55 (1) ke 1 KUHP.
Beginilah jika kapitalis-demokrasi diterapkan oleh sebuah negeri. Tidak terkecuali di Indonesia. Demokrasi yang bercokol dan memimpin negeri ini. Bahkan negara yang katanya berdasarkan hukum, itu hanya slogan semata. Tidak bisa direalisasikan dalam kehidupan baik individu, masyarakat, bahkan negara.
Sebagai contoh kasus di atas. Kejadian yang 3 tahun silam baru terkuak. Pelakunya tak tanggung-tanggung, dua personil aparat negeri. Itupun tidak langsung ada tindak lanjutnya, setelah 3 tahun berlalu barulah pelaku ditangkap. Setelah sekian lama menghilang, kini muncul lagi. Yang lebih mencengangkan lagi, tindakkan itu disebut sebagai tindakan yang tidak disengaja?
Kalaulah kita mau berpikir, ini semua seperti sebuah sinetron. Di mana ada pemain, sutradara, setting, dan lain-lain. Semua itu tersistem sedemikian rupa. Peradilan terhadap Novel Baswedan ini dinilai tidak rasional dan sekedar memenangkan kemauan penguasa.
Mencari dan bahkan menuntut keadilan di dalam rezim demokrasi adalah ilusi belaka. Sebagai contohnya, kasus ini menyempurnakan bukti bahwa semua aspek kekuasaan di dalam demokrasi (baik eksekutif, legislatif dan yudikatif) telah menunjukkan kegagalannya dalam memberantas tuntas korupsi dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Hal ini berbeda dengan Islam, bagaimana kholifah dan kekhilafahan bertindak adil dan memberikan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Semisal suri tauladan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw tentang hukuman mencuri yaitu potong tangan. Ketika itu ada seorang wanita dari bani Makhzumiyyah mencuri dan tertangkap. Maka, orang-orang Qurais bermusyawarah. Kiranya siapa yang berani dan mampu melobi Rosullah Saw tentang kasus ini. Agar mendapatkan pengampunan. Nah, akhirnya amanh itu diberikan kepada Usamah bin Zaid yang dianggap dekat dan mampu menyampaikan kasus itu kepada Rosullah. Kemudian Beliau bersabda " Alakah kamu mau memintakan syafaat dalam hukum di antara hukum-hukum Allah? Kemudian beliau bersabda" Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dahulu apa bila orang mulia di antara kalian mencuri mereka membiarkannya tetapi kalau orang lemah di antara kalian yang mencuri mereka menegakkan hukuman. Kemudian Rosullah Saw bersabda " Andai fatimah bin Muhammad mencuri maka dia akan kupotong tangannya" (HR.Bukhari).
Dari hadist di atas membuktikan bahwa, Islam itu menegakkan keadilan kepada seluruh rakyatnya. Tidak memandang status sosial, ekonomi, kelompok, golongan dan sebagainya. Hukuman ditimpakannya kepada siapa saja yang melanggar hukum Syara'. Semoga Allah akan memberikan pertolonganNya kepada kita semua, dengan kembalinya Syariah dan Khilafah. Agar keadilan akan mewujudkan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Baik muslim maupun non muslim. Aaamiin.
Wallahua'lam bishowab.
Posting Komentar