-->

ANAK-ANAK PENGEMBAN AL-QUR'AN

Oleh : Zahida Arrosyida (Praktisi Pendidikan)

Penamabda.com - Apa yang terlintas dibenak bunda tentang bulan Ramadan selain berpuasa? Bulan Al-Qur'an... yups betul. Ramadan memang identik dengan Al-Quran karena pada bulan inilah Al-Qur'an pertama kali diturunkan. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan QS Al-Baqarah ayat 285, menyatakan bahwa Allah SWT memuji dan mengagungkan bulan suci Ramadan dari bulan-bulan lainnya, dengan memilih bulan ini sebagai bulan turunnya Al-Qur'an Al-Karim. Oleh karena itu bulan Ramadan sering disebut Syahrul Qur'an.

Menapaki ibadah Ramadan di saat pandemi adalah hal baru bagi kaum muslimin. Beberapa kegiatan yang melibatkan orang banyak mengharuskan kita untuk menghindarinya. Kegiatan sholat berjama'ah, sekolah, pengajian dan tempat wisata ditiadakan demi kepentingan bersama. Hari ini semua orangtua mau tidak mau, siap atau tidak siap harus menjalani peran sebagai guru bagi anak-anaknya. Sebuah peran yang sebenarnya lumrah dilakoni oleh seorang ibu yang telah digariskan dalam perspektif Islam.

Guru yang baik itu menerangkan, sehingga yang tidak paham menjadi paham dan yang paham menjadi matang. Guru yang lebih baik memberi contoh, sedangkan guru yang terbaik memberi inspirasi. Ia menggugah, kata-katanya membangkitkan inspirasi saat diucapkan dan saat diingat kembali. Semua ini terkumpul menjadi satu dalam pribadi Rasulullah. Sebagai pemimpin sebagai suami dan orang tua. Kata-katanya memberi petunjuk, pembicaraannya menghidupkan hati, perilakunya memberi contoh dan keseluruhan dirinya memberi inspirasi yang tak putus-putus bagi keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga hari ini. 

Lalu orangtua seperti apakah kita ini bagi anak-anak kita? Guru yang baik, yang lebih baik, yang terbaik atau justru di luar itu semua? Atau kita menjadi guru yang hanya punya satu jenis kata? Kata seru dan satu jenis kalimat yakni kalimat perintah. Benar atau  iyes bunda? Semoga tidak.

Hari ini anak-anak kita harapkan hapal  Al-Qu'ran di usia dini, tapi kita lupa untuk menjadi guru terbaik dan memberikan pendidikan terbaik buat mereka. Memberi tugas yang bertubi-tubi yang membuat anak terbebani. Bukanlah sesuatu yang salah apabila kita menguatkan hapalan mereka. Banyak tokoh besar yang harum namanya memiliki hapalan yang sangat kuat atau banyak hal sebelum mereka aqil baligh. Tetapi apabila kita menggunakan cara yang tidak tepat dalam melatih hapalan akan membuat kemampuan berpikir dan menggunakan akal mati suri. Maafkan saya jika istilah mati suri terlalu sadis. Saya hanya belum menemukan istilah yang tepat untuk menggambarkan kemampuan otak yang sebenarnya bisa lebih optimal untuk berpikir memahami ayat-ayat Al-Qur'an sehingga akal akan tunduk pada kebenaran yang bersumber dari firman Allah. Tidak sekedar menghapalkan saja. 

Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya yang berjudul "Positif Parenting" menuturkan berbagai riset tentang pembelajaran menunjukkan bahwa pengulangan yang aktif terhadap suatu materi akan menguatkan kemampuan otak dalam mengingat dan menggunakannya sebagai bahan berpikir. Pengulangan dengan cara diucapkan meskipun secara lirih akan lebih mencerdaskan. Hal yang sama juga berlaku untuk membaca; menyuarakan dengan lisan akan lebih berpengaruh dibandingkan membaca dalam hati. Tetapi mengulang semata-mata untuk menghapal tanpa menghayati maknanya akan menjadi kotoran data (data smog) yang akan menumpulkan daya nalar kritis maupun kreatif anak. Juga menyebabkan anak mudah bosan dan kehilangan semangat. Jika proses menghapal dilakukan semata-mata karena tekanan untuk mengejar setoran maka akan menjadi beban bagi anak.

Apakah kita sebaiknya tidak boleh memberi mereka target hapalan untuk disetorkan? Bukan itu masalahnya. Mendidik mereka menghapal banyak hal apalagi menghapal Al-Qur'an adalah hal yang baik. Yang harus diwaspadai adalah cara kita merangsang mereka untuk menghapal. Bukan banyaknya materi yang harus mereka hapal tetapi menghapal haruslah berawal dari pemahaman dan kecintaan.

Boleh jadi cara kita menguatkan hapalan sudah cukup menyenangkan anak. Tapi manakala secara emosi anak tidak terlibat dengan apa yang ia hapalkan, maka ayat-ayat suci nilainya seperti deretan nomor telepon yang bertumpuk di otak anak. Dalam keadaan seperti ini banyaknya hapalan tidak akan mendekatkan anak pada Al-Qur'an sehingga ia mampu mengambil pelajaran setiap kali menghadapi gejolak kehidupan. 

Jadi target anak usia dini menghapal Al-Qur'an bukan sekedar banyak-banyakan hapalan. Tetapi agar ia dekat dan cinta dengan Al-Qur'an dan memahami apa yang ia hapalkan, sehingga penting sekali memberikan Tsaqofah Islam (Asbabun Nuzul ayat, Sirah Rasulullah dan sahabat, adab ahklaq dan sebagainya) agar anak paham isi ayat Al-Qur'an yang sedang dihapalkannya.

Pendidikan terbaik adalah pendidikan yang bersumber dari Al-Qu'ran. Pendidikan yang berbasis akidah Islam dimana asas, kurikulum, metode pembelajaran dan pemecahan masalah-masalahnya digali dari Al-Qur'an, tidak tercampur dengan ideologi-ideologi selain Islam.

Kita sebagai orangtua mestilah menyadari pentingnya tahfizhul Qur'an sejak dini, yaitu: 

1) Al Qur'an merupakan petunjuk hidup kaum muslimin. Oleh karena itu setiap generasi muslim harus mengenal Al-Qur'an sejak dini. Pembelajaran Al-Qur'an yang paling mudah bagi anak usia dini adalah "tahfizul Qur'an" dengan cara pengoptimalan indera pendengaran.

2) Kedudukan orang yang menghafal Al-Qur'an mulia dihadapan Allah SWT.
" Sebaik-baik kalian adalah orang yg mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya."
 (HR Bukhari)

3) Anak-anak bisa beramal saleh sejak kecil dengan amal yang ringan baginya.

Tujuan tahfizul Qur'an :
1) Anak dekat dengan Al-Qur'an
2) Anak lebih peka terhadap suara dan gaya bahasa Al-Qur'an, sehingga tidak peka terhadap suara dan gaya bahasa yg kasar. 
3) Anak memiliki konsentrasi tinggi.
4) Anak hapal Al-Qu'ran disertai paham makna ayatnya.

Konsep pendidikan dalam Islam itu berbasis akidah dan berbasis usia. Ada tahapan pendidikan anak yang harus dijalani sesuai usianya. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam pada peserta didik. Kepribadian itu dibentuk oleh dua  sisi yaitu pola pikir dan pola sikap, pola pikir dan pola sikap inilah yang terus kita bentuk dalam proses pendidikan. Pola pikir adalah bagaimana cara seorang anak untuk berpikir berlandaskan Islam, setiap melihat fakta kehidupan selalu distandarkn pada Islam. Misal ketika ia melihat barang yang bukan miliknya maka yang terpikir adalah tidak akan menggunakan barang tersebut tanpa seizin pemiliknya. Pola sikap adalah bagaimana seorang anak memenuhi tuntutan kebutuhan jasmani dan nalurinya sesuai dengan Islam. Misal anak-anak yang terbiasa jiwanya untuk makan makanan halal thoyib. Ketika diberi  jajanan yang warnanya sangat ngejreng dan menarik, ia akan bertanya thoyib atau tidak.

Untuk anak-anak penghapal Al-Qur'an yang kita targetkan bukan sekedar banyak-banyak hapal tapi bagaimana agar Al-Qur'an berpengaruh pada pola pikir dan pola sikapnya. Juga kita harus mengajarkan anak bahwa seorang penghapal Alquran itu punya tanggungjawab utk menjaga hapalan, mengamalkan dan menyebarkan ajaran Al-Quran. Jika dilihat  dari sini berati memang ada tanggungjawab besar dipundak orangtua untuk menjadikan anaknya tidak sekedar hapal Al-Qur'an tapi juga mengemban AlQur'an.

Kita bisa lihat bagaimana kehidupan sekarang, banyak orang hapal Al-Qu'ran tapi tidak tergerak untuk menerapkan isi Al-Qur'an secara kaffah. Mereka hapal Al-Qu'ran tapi tidak rindu diatur oleh hukum Al-Qu'ran dalam semua aspek kehidupan. Mereka hapal Al-Qu'ran tetapi ekonominya masih dengan riba, bergaul bebas dengan lawan jenis, akrab dengan ide-ide feminis, pluralis, dan sekuleris. Berpolitik pragmatis, jika jadi pemimpin suka mengobral janji manis dan Islam dituduh sebagai ajaran teroris.  Tentu kita tidak ingin anak-anak kita seperti yang digambarkan Allah dalam surah Al Jumu'ah ayat 5 : "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tidak menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab besar lagi tebal..."

Bagi anak usia dini  calistung (membaca, menulis dan berhitung) sifatnya dikenalkan bukan menjadi kompetensi dasar atau inti. Dikenalkan jika memang anak berminat, jika tidak maka tidak boleh dipaksa.

Untuk anak usia dini yang dilejitkan adalah potensi pendengaran dengan tahfiz Qur'an, ini berguna buat kecerdasan. Berikutnya stimulasi berpikir dan naluri dengan Tsaqofah Islam.

Jadi untuk konsep pendidikan anak usia dini adalah mengoptimalkan fungsi pendengaran, stimulasi berpikir dan naluri dengan Tsaqofah Islam (penanaman akidah, pengenalan siroh Rasulullah, menceritakn kehidupan orang saleh, menjelaskan makna dalam Al-Qur'an, penanaman adab dan akhlak).

Harapan kita bagi anak-anak penghafal Al-Qur'an bukanlah sekedar siapa yang paling cepat dan banyak hapalan. Tetapi harapan yang lebih utama adalah anak cinta, dekat, menghapal Al-Qur'an dan mengamalkannya.

Hadis di bawah ini menjelaskan keutamaan yang diperoleh orangtua dari mengajarkan Al-Qur'an pada anak-anaknya.

عن معاذ بن أنس الجهني رضي الله عنه أن رسول الله عليه وسلم قال : ( مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ ، فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا) سنن أبي داود ج2/ص

Rasulullah Saw. Bersabda:”Barang siapa membaca Quran dan mengamalkan isinya, kedua orangtuanya memakai mahkota di hari kiamat. Cahaya mahkota tersebut lebih baik dari cahaya matahari di rumah-rumah dunia , seandainya matahari itu ada dalam diri kalian. (kalau itu manfaat untuk kedua orang tuanya).

Bagaimana manfaat bagi orang yang melakukannya?

وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حُلَّتَيْنِ لَا يُقَوَّمُ لَهُمَا أَهْلُ الدُّنْيَا ، فَيَقُولَانِ : بِمَ كُسِينَا هَذِهِ ؟ فَيُقَالُ : بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ)  مسند أحمد بن حنبل ج5/ص348

“Diletakkan diatas kepalanya mahkota ketenangan, dan kedua orangtuanya dihiasi dengan dua kalung yang tidak ternilai harganya oleh penduduk dunia. Kemudian kedua orangtua tersebut bertanya: ”kenapa kami dihiasi dengan dua kalung ini? Dijawab: “karena anakmu mengambil al-Quran (membaca, menghapal dan mengamalkannya)."

Bukan berarti dengan alasan tidak usah banyak hapalan Al-Qur'an yang penting diamalkan, orangtua enggan dan santuy dalam melakukan pendampingan bagi anaknya saat muraja'ah Al-Qu'ran.
Kita ingat lagi bahwa menghapal Al-Quran menjadikan seseorang mulia.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata:

مَنْ تَعَلمَّ الْقُرْآنَ عَظُمَتْ قِيْمَتُهُ، وَمَنْ نَظَرَ فِي الْفِقْهِ نَبُلَ قَدْرُهُ، وَمَنْ كَتَبَ الْحَدِيْثَ قَوِيَتْ حُجَّتُهُ، وَمَنْ نَظَرَ فِي اللُّغَةِ رَقَّ طَبْعُهُ، وَمَنْ نَظَرَ فِي الْحِسَابِ جَزُلَ رَأْيُهُ، وَمَنْ لَمْ يَصُنْ نَفْسَهُ، لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ

“Barangsiapa yang mempelajari Al-Quran maka kedudukannya menjadi agung, barangsiapa yang belajar fiqih maka kehormatannya menjadi mulia, barangsiapa yang menulis hadits maka hujjahnya menjadi kuat, barangsiapa yang belajar bahasa maka tabiatnya menjadi lembut, barangsiapa yang belajar berhitung maka pendapatnya menjadi kuat, barangsiapa yang tidak menjaga dirinya maka ilmunya tidak dapat memberi manfaat kepadanya.”

Semoga kita semua menjadi orangtua yang mampu menjadi guru terbaik. Mendidik anak-anak dengan Al-Qu'ran. Mengarahkan mereka untuk menghapal Al-Qur'an dan membimbing mereka untuk menjadi pengemban Al-Qu'ran yang berjuang, beramal dan hidup akrab dengan Al-Qu'ran. Aamiin.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.