-->

RUU Omnibus Law : Negara Lepas Tangan Atas Urusan Rakyat

Oleh : Wijiati (Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Depok) 

Dalam waktu dekat pemerintah akan segera mengesahkan RUU Omnibus Law yang telah digodok dan akan segera disahkan sebagai UU. Meskipun menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah bisa dikatakan tidak lagi memiliki hati nurani terhadap rakyat yang telah memilihnya, sikap cuek semakin diperlihatkan dengan nyata. Di saat rakyat terhimpit dalam kehidupannya seperti sulitnya mencari lapangan kerja. Lagi-lagi kini rakyat harus menelan pil pahit dengan adanya kebijakan tersebut. Sikap ini semakin jelas menunjukkan negara lepas tangan atas urusan rakyatnya.

Sebelum Omnibus Law diwacanakan saja, banyak kebijakan yang sangat tidak berpihak kepada rakyat. Salah satunya, terjadi gelombang PHK, mulai dari Bukalapak, Krakatau Steel dan NET TV, kini giliran perusahaan telekomunikasi Indosat yang merumahkan 677 karyawannya di awal tahun ini. Itu baru perusahaan besar, belum perusahaan atau pabrik skala menengah dan kecil. Contohnya di industri tekstil dan rokok di beberapa wilayah, seperti Surabaya, Batam, maupun kota lainnya.

Ketika banyak karyawan yang di PHK, otomatis angka kemiskinan bertambah. Sekalipun rakyat yang sudah memiliki pekerjaan tetap dengan mendapatkan yang pasti itu pun belum juga mencukupi semua kebutuhan pokok dasarnya secara optimal. Apalagi sebagai pekerja serabutan yang penghasilannya tidak menentu, sudah dapat dipastikan akan semakin bertambah beban hidup yang harus ditanggungnya, karena semua kebutuhan pokok harus ditanggung oleh individu rakyat. 

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun mengungkap sembilan poin kontroversial dalam Omnibus Law Cipta Kerja yakni: Hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, PHK sangat mudah dilakukan, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, jam kerja yang eksploitatif, TKA buruh kasar unskill worker berpotensi bebas masuk ke Indonesia, hilangnya jaminan sosial dan sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar ketentuan hilang. 

Itu semua bentuk lepas tangan pemerintah yang di dalamnya diterapkan ideologi sekuler kapitalis, yang notabene mengedepankan akal manusia yang semuannya itu serba terbatas. Dan inilah bukti nyata imbas yang kita rasakan hari ini dan entah sampai kapan ini akan terus terjadi.

Solusi Islam 

Lain halnya dengan Islam. Ada dua kebijakan yang akan dilakukan negara khilafah untuk mengemban ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Pertama, mendorong  masyarakat aktivitas ekonomi tanpa dibiayai oleh baitul mal (Keuangan negara). Peran negara khilafah adalah membangun iklim usaha yang kondusif dengan menerapkan sistem ekonomi Islam secara komprehensif. 

Beberapa mekanisme inti yang akan dilakukan negara khilafah adalah menata ulang hukum-hukum kepemilikan pengelolaan dan pengembangan kepemilikan, serta distribusi harta di tengah masyarakat, menjamin pelaksanaan mekanisme pasar yang sesuai dengan syariah, menghilangkan berbagai distorsi yang menghambat (seperti penimbunan, kanzul-mal, riba, monopoli, penipuan); menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar; mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan dan profesional; menghilangkan berbagai pungutan, retribusi, cukai dan pajak yang bersifat tetap; menghilangkan sektor nonriil sehingga prosduksi barang dan jasa disektor riil akan meningkat.

Kedua, mengeluarkan dana baitul mal dalam bentuk pemberian subsidi tunai tanpa kempensasi bagi orang yang tidak mampu. Subsidi negara untuk kaum fuqara  dan masakin (orang-orang yan gtidak mampu) bukan sekadar dibagi rata dan diberikan dalam jumlah yang kecil-kecil, tetapi juga mereka dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak sampai kekurangan. Subsidi diberikan dalam jumlah yang cukup besar untuk memulai bisnis, tidak hanya untuk dikonsumsi saja. Dengan demikian fungsinya betul-betul untuk mengangkat seseorang dari garis kemiskinan, Rasulullah SAW pernah memberi subsidi 400 dirham. Saat itu harga baju yang paling mahal pada masa itu sebesar 19 dirham dan baju seharga 4 dirham.

Bandingkan dengan bantuan langsung tunai pemerintah saat ini yang berkisar pada angka 300 ribu/3 bulan. Itu pun sebagai kompensasi dari pencabutan pelayanan pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Keunggulan kompetitif dari beberapa kebijakan negara khilafah yang berdampak pada luasnya lapangan pekerjaan dan terciptanya iklim usaha yang produktif antara lain kebijakan pembangunan infrastruktur secara mandiri., mekanisme rate yang khas pada kharaj dan zakat, serta aktivitas penyebaran Islam yang juga menimbulkan dampak ekonomis. Yakni, meningkatkan Agregat Demand/AD (permintaan rata-rata) sekaligus juga meningkatkan Agregat Supply/AS (penawaran rata-rata). 

Sebagai gambaran, ketika hijrah dilakukan maka jumlah penduduk Madinah bertambah sangat signifikan karena adanya orang Muhajirin dari Makkah. Pada saat yang sama banyak tanah yang tidak produktif yang tidak dapat dikerjakan oleh orang Anshar menjadi dapat dimanfaatkan dan di olah oleh orang-orang Muhajirin. 
Dengan berbagai mekanisme tersebut di atas, tersedia lapangan kerja yang sangat luas bagi setiap laki-laki penduduk Negara Khilafah untuk bisa menafkahi dirinya sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini akan dapat terwujud apabila negara  menjadikan sistem Islam sebagai ideologinya.[]