-->

Rakusnya Mafia Impor Di Negeri Kapitalis

Oleh : Ummu Farras (Aktivis Muslimah)

Penamabda.com - Lagi-lagi impor. Kebiasaan impor sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan pemerintah. Berbagai komoditas pangan, migas, ataupun non migas pun negeri ini masih impor. Tak berhenti di situ, ditengah situasi pandemi Covid-19, belakangan diketahui, Indonesia pun masih sangat ketergantungan pada impor bahan baku obat dan alat kesehatan (alkes). Bahkan, porsi impor barang tersebut mencapai angka yang sangat tinggi dibandingkan yang bisa dipenuhi dalam negeri.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun mengeluhkan hal ini. Dia mengatakan, sebagai negara yang besar seharusnya Indonesia bisa mengurangi impor tersebut. Saat ini Indonesia sendiri masih 90% impor alat kesehatan dari luar negeri. (detik.com)

Tak pelak, kesiapan industri alat kesehatan (alkes) di Indonesia dalam menghadapi pandemi pun menjadi sorotan. Sebab Indonesia masih ketergantungan impor hingga 90% dari total kebutuhan.

Mirisnya lagi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, kondisi impor bahan baku obat dan alkes tersebut memang sengaja diciptakan dengan tidak membangun industrinya di dalam negeri. (detikfinance.com)

Pernyataan Bahlil tersebut, menegaskan bahwa keberadaan sindikat mafia impor, memang nyata adanya di negeri ini. Maka bisa dipastikan para pemburu rente atau mafia impor ini, dapat bebas meraup keuntungan sebesar besarnya dengan menimbun barang, dan memainkan harga pasar. Sungguh sangat kejam. Rakusnya para mafia impor ini, berdampak langsung pada kelangsungan hidup rakyat. Bisa dibayangkan, di tengah situasi pendemi yang semakin genting ini, alat kesehatan menjadi barang vital yang amat dibutuhkan tenaga medis. Tak sedikit tenaga medis yang berguguran akibat tertular wabah Covid-19 karena kurangnya alat pelindung diri (APD). Sedangkan negara tidak bisa menjamin dan memenuhi kebutuhan vital bagi rakyat tersebut gara-gara rakusnya para mafia impor.

Menjawab permasalahan ini, Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mencari investor alkes. Dia menjelaskan, pihaknya sedang membidik investor dari sejumlah negara agar mau menanamkan modalnya di Indonesia untuk membangun industri alkes. Sungguh ironis rezim saat ini. Untuk menyelesaikan permasalahan negeri pun masih bergantung pada cukong-cukong.

Padahal kesehatan adalah salah satu perkara penting yang harus diupayakan dalam suatu negara. Seharusnya negara membangun industri yang sangat vital tersebut di dalam negeri. Agar sarana dan prasarana kesehatan salah satunya alkes tidak perlu impor. Dan kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik.

Inilah watak rezim kapitalis. Tak bisa berdiri di atas kaki sendiri. Bagaikan parasit yang selalu menempel pada inangnya, negeri ini selalu menggantungkan diri pada korporasi global. Dengan ketidakberdayaan negeri ini untuk mandiri, maka mudah bagi korporasi global untuk menekan pemerintah negeri ini dalam setiap kebijakan ekonominya. Berbagai aturan pun disetir sesuai keinginan tuannya. Akhirnya negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi pihak pihak yang berkepentingan. Sedangkan rakyat, Lagi-lagi menjadi korban kerakusan penguasa rezim kapitalis. Negara sama sekali tidak berpihak dan mengurusi rakyatnya. Untuk masalah kesehatan pun, sindikat mafia dan kroni kroninya masih dibiarkan bebas melenggang.

Sesungguhnya, akar dari setiap permasalahan ekonomi di negeri ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Menjamurnya mafia mafia impor ini pun dampak dari penerapan sistem rusak kapitalisme. Sistem kapitalis yang berbasis liberal ini merupakan sistem yang berlandaskan manfaat. Sehingga segala hal diukur dengan manfaat. Termasuk hubungan antara satu negara dengan negara lainnya. Maka sangat mustahil jika negeri kita bisa keluar dari kondisi yang menghimpit ini. Kecuali dengan menjadikan negeri ini independen dengan kekuatan politik. Namun apa daya, kekuatan politik butuh pula kekuatan dari sisi ekonomi. Sedangkan sumber daya alam dan kekayaan di negeri ini dengan mudahnya telah 'dibabat' habis dan dikuasai Asing. Alhasil pemasukan negara bergantung dari hutang dan pajak. Negeri pun tak bisa berkutik.

Sungguh, negeri ini tak sedang baik-baik saja. Negeri ini sedang sakit. Negeri ini butuh  pemerintahan yang mandiri dan dapat mengurusi rakyatnya dengan pelayanan terbaik. Dunia pun membutuhkan kepemimpinan yang adil dan steril dari kerakusan kaum kapitalis. Dunia ini butuh diatur dengan syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Dalam sistem Islam, penguasa bertanggungjawab terhadap segala urusan umat.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Seorang pemimpin dalam Islam adalah sebagai pelindung dan penjaga. Kesehatan adalah perkara pokok masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Kesehatan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Islam mengharuskan negaranya mandiri dan independen serta tidak akan membiarkan kaum muslimin dikuasai oleh musuh-musuh Islam. 

Sebagaimana firman Allah SWT “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ : 141)

Negara akan senantiasa menjadi garda terdepan dalam hal melindungi, melayani, dan memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk masalah kesehatan. 

Dalam negeri yang menerapkan sistem Islam, wujud independensi ekonomi adalah dengan mewujudkan swasembada penuh. Impor boleh dilakukan hanya pada barang yang bukan vital. Serta tidak boleh menjadikannya tergantung dengan negara lain. Maka daulah Islam menjadikan ekonomi tegak dan ditopang oleh industri, pertanian, perdagangan dan jasa. Sedangkan sumber pemasukan negara sudah ditegaskan dalam Islam mulai dari Ghanimah sampai Macam-macam harta milik umum seperti SDA. Sedangkan hutang pada negara lain bukanlah sumber pemasukan negara. Maka sesungguhnya hanya Islamlah satu satunya sistem yang mampu mewujudkan independennya suatu negara. Dan hanya dengan syariat Islam dalam naungan Khilafah, umat muslim akan selamat dan sejahtera.

Wallahu'alam bisshowwab