-->

Sidoarjo Memilih

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih

Ada berita yang menghangat akhir-akhir ini selain Covid-19 dan wacana Lockdown yang mengikutinya. Yaitu Sidoarjo memilih pemimpin menggantikan Saiful Ilah. Sidoarjo punya gawe, 23 September 2020, akan menjadi penentuan siapa yang menjadi pilihan rakyat Sidoarjo untuk menggawangi Sidoarjo 5 tahun kedepan.

Gawe besar Sidoarjo jelas termasuk pengumpulan nama-nama kandidat calon bupati. Lembaga Survei ITS - JTV merilis hasil survei awal Pilkada Sidoarjo 2020. Survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Sidoarjo menginginkan calon pemimpin yang jujur dan anti korupsi (timeindonesia, 12/3/2020).

Hal ini mempengaruhi elektabilitas Mas Iin (Ahmad Amir Aslichin) yang kemudian tergerus kasus korupsi yang menimpa bapaknya, Saiful Ilah mantan Bupati Sidoarjo. Terlihat dari hasil survei ITS-JTV yang menggunakan metodologi stratified sampling morgan dengan sampel 360 populasi warga Sidoarjo.

Dari hasil survei ini, elektabilitas Mas Iin hanya 1,65 persen. Sedangkan, jumlah responden yang sudah pasti tidak akan memilih Mas Iin sebanyak 52,07 persen. Bakal Calon Bupati Sidoarjo ini hanya memiliki peluang pada sekitar 46,28 persen responden yang belum menentukan pilihan (suarasurabaya.net, 13/3/2020). 

Sebab tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah di Sidoarjo menemui titik terendah pasca OTT KPK terhadap Bupati Saiful Ilah. "Mungkin tingkat kepercayaan rendah namun tidak serta merta pada sikap pemimpin di masa datang," terang Tenaga Ahli Tim Survei ITS Pilkada Jatim Agnes Tuti Rumiati dan Dr Sutikno di Surabaya (timeindonesia, 12/3/2020).

Ada sembilan nama mencuat dalam kontentasi Pilkada Sidoarjo 2020. Antara lain Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin atau Cak Nur, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor), Kelana Aprilianto, Bambang Haryo, Ahmad Amir Aslichin, Bahrul Amig, Sulamul Hadi Nurmawan, Khoirul Anam, dan satu calon independen Agung Sudiyono. 

Dari semua nama tersebut, sosok Cak Nur yang digadang maju menjadi Bakal Calon Bupati Sidoarjo memiliki tingkat popularitas tertinggi (50,56 persen). Disusul Gus Muhdlor (49,17 persen), Kelana Aprilianto (26,94 persen), Bambang Haryo (25,35 persen), dan putra Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Amir Aslichin (14,17 persen). 

Masyarakat Sidoarjo sepertinya sedang menunggu siapa yang muncul sebagai pemimpin yang jujur sebagaimana yang mereka inginkan. Maka wajar jika kemudian perubahan ini terlihat menguat pada sosok cak Nur, sebab sejak Bupati Saiful Ila harus berurusan dengan KPK, posisi beliau sebagai wakil bupati sudah menunjukkan kinerja nyata sebagai plt bupati. Sekaligus secara de facto menjadi bukti kepada masyarakat Sidoarjo inilah kandidat yang tepat untuk menjadi pemimpin mereka.

Namun benarkah demikian? Jangan lupa, kita masih berkubang dalam sistem politik demokrasi, dimana sistem politik satu ini  bisa mengubah yang hari ini unggul besok keok. Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi sejak sebelum tanggal pemilihan hingga pasca pemilihan.

Ada yang bilang, kita tak perlu su'udzon, lalu menyapu rata bahwa pemimpin, siapapun dia hasilnya akan sama saja. Toh harapan tak salah untuk kemudian disandarkan pada sosok pemimpin yang akan datang. Kali ini kita coba dengan calon ini, jika gagal, maka kita bisa ulang di pemilihan periode selanjutnya.

Jika pendapat itu benar dan harus kita ikuti lantas dimana nasib rakyat ? Sebab fokus pemerintah hanya berputar pada siapa sosok yang pantas. Pemimpin yang jujur tak akan lahir dari rahim demokrasi. Sebab sistem politik ini sejak awal sudah dibangun atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga benar-benar hanya menjamin kebebasan berpendapat. Aturan dibuat oleh manusia, atas kehendak suara kapital (bermodal). 

Bagaimana sosok pemimpin yang baik menurut Islam? Profesor Didin Hafidhudin, Direktur Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor mengatakan, “Memilih seorang pemimpin adalah bagian dari urusan dunia sekaligus akhirat. Memilih pemimpin bagian dari urusan agama yang sangat penting. Islam tidak mengenal dikotomi atau sekulerisasi yang memisahkan antara  dunia dan akhirat, termasuk dalam memilih pemimpin". 

Beliau kemudian menyebutkan Alquran Surat Al-Maidah : 55 yang artinya, "Orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang kafir lainnya bukanlah wali kalian. Sesungguhnya wali dan penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin yang menunaikan salat secara sempurna, membayarkan zakat harta mereka, dan tunduk serta patuh kepada Allah". 

Artinya ada dua kriteria seorang pemimpin di ayat tersebut, yaitu muslim dan taat syariat. Jelas ia akan menjadi pemimpin yang amanah disebabkan karena keimanannya. Ia akan sangat menjaga segala aktifitasnya selalu sesuai dengan apa yang Allah halalkan dan haramkan.

Kemudian ayat kedua beliau ambil dari Quran surat Yusuf : 55 yang artinya, Yusuf berkata kepada raja, "Berilah aku tugas sebagai penjaga gudang-gudang kekayaan dan makanan di negeri Mesir. Karena aku adalah penjaga yang terpercaya, serta memiliki pengetahuan dan wawasan yang baik tentang tugas dan wewenangku."

Ayat diatas menunjukkan dua lagi kriteria sebagai pemimpin, yaitu pandai menjaga dan faqih fiddin (paham dengan amanahnya dan luas keilmuannya). Kriteria ini berlaku untuk semua level pemimpin, yang hari ini berusaha didistorsi, diganti dengan pemimpin ala kriteria manusia. 

Rasulullah sebagai suri tauladan terbaik telah demikian sempurna mencontohkan bagaimana seorang pemimpin. Hari ini, pemimpin jujur tak akan lahir dari bursa pemilihan bupati ataupun jabatan yang lainnya. Sebab mereka tak ada program selain melanjutkan sistem terdahulu yang sangat rentan korupsi, nepotisme dan lain sebagainya. 

Sekali lagi, selama landasan pemilihan pemimpinnya adalah sekulerisme dan masih betah berkubang pada pendapat demokrasi benar Islam salah, maka sebaik apapun hasil survey, seterkenal apapun calonnya tak akan menghasilkan pemimpin yang bervisi dunia akhirat. 

Sebab seluruh akar persoalan manusia hari ini bukan pada siapa yang memimpin tapi dengan apa ia memimpin. Jika tetap mempertahankan demokrasi, tak cukupkah bukti sekian banyak pemimpin yang kemudian masuk bui. Gagalnya sudah sampai pada titik akut. 

Maka harus ada langkah revolusioner, mengubah mindset bahwa pemimpin yang baik itu didapat dari proses pemilihan hari ini. Itu adalah hal yang mustahil! Sebab, pemilihan hanya berhenti pada siapa pemimpinnya, yang itu tak jarang miskin ilmu, visi dan misi. Saatnya mengganti dengan sistem Islam, yang berasal dari Wahyu Allah dan telah dipraktekkan Rasulullah dan khilafah-khilafah sesudahnya. 

Wallahu a'lam bish showab.