-->

MENYUDAHI NESTAPA DI LANGIT INDIA

Oleh : Zahida Arrosyida (Revowriter Kota Malang)

Minoritas Muslim dimanapun berada tidak pernah lepas dari diskriminasi rezim setempat. Belum kering air mata dan darah umat Islam di Rohingya yang dibantai oleh rezim Budha, Muslim Uyghur di China, Muslim Pattani di Thailand, Muslim Moro Filipina, dan Muslim Kamboja dibawah rezim Khmer Merah, kini darah kembali mengucur dari umat Islam di India.

Pada 23 Februari 2020 lalu, kerusuhan telah meletus di India, terutama di New Delhi. Sekitar 30 orang telah meninggal dunia dan ratusan lainnya terluka (www.wartakini.co, 29/2/2020). Mayoritas korbannya adalah muslim India.

Bahkan masjid di Delhi pun tidak luput dari amukan massa. Al - Qur'an di dalam masjid ikut dibakar. Di menara masjid, dikibarkan bendera kesyirikan yakni Bendera Hanuman (www.kumparan.com, 26/2/2020).

Aksi kerusuhan merupakan buntut dari aksi protes besar - besaran atas UU Kewarganegaraan India yang dinilai diskriminatif terhadap muslim India. Kelompok Hindutva bercita - cita agar India menjadi "Negara Hindu". Perdana Menteri Narendra Modi dari BJP, Partai Barathiya Janata, berafiliasi ke gerakan Hindutva. Tentunya bisa dipahami bila diskriminasi atas Muslim India mendapat legalitas dari negara.

UU Kewarganegaraan India yang disahkan pada Desember 2019, meneruskan kebijakan kolonial Inggris. Sejak 1947, daratan India dibagi menjadi 2 bagian yakni India dan Pakistan. Penduduk yang beragama Sikh, Budha dan lainnya diharuskan bermigrasi ke India dari Pakistan. Sedangkan penduduk muslim di India diharuskan bermigrasi ke Pakistan. Bermula dari sinilah kerusuhan demi kerusuhan terjadi di India. 

Tahun 1984, 3000 orang Sikh meninggal dunia. Hal ini terjadi menyusul tragedi pembunuhan Perdana Menteri India, Indira Gandhi oleh para pengawalnya dari kalangan Sikh. 

Pada tahun 1992, terjadi penyerangan terhadap masjid Ayodya oleh kalangan Hindutva. Dianggapnya masjid tersebut menjadi simbol hegemoni Islam. Begitu pula satu dekade kemudian, terjadi pembantaian atas muslim di sebuah kereta.

Padahal UU kewarganegaraan India bertentangan dengan Konstitusi India yang menegaskan India itu negara sekuler. Alih - alih berkomitmen mempertahankan sekulerisme yang tidak membedakan agama penduduknya, gerakan Hindutva justru mendiskriminasi muslim India. 

Disebutkan bahwa para emigran dari Pakistan dan Bangladesh yang beragama selain Islam akan diakui kewarganegaraannya. Sedangkan muslim India sendiri harus membuktikan kewarganegaraannya di India.

Lahirnya UU CAB menampakkan kebencian Modi terhadap minoritas muslim di India. Sejak terpilih menjadi Perdana Menteri, Modi banyak melakukan "pembaruan" bagi India. India yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, mengadopsi hak asasi manusia, negara yang menampung keberagaman, namun nihil kenyataan. Dan yang janggal adalah Modi bukannya fokus pada perbaikan ekonomi yang sedang dilanda problem, malah menyulut perpecahan di antara rakyatnya sendiri.

Bisa difahami dari sini bahwa sekulerisme yang menjadi frame pemerintahan Modi telah dengan vulgar menampakkan agenda politiknya yang anti Islam dan untuk menghalangi peran agama (Islam) dalam mengatur negara.

Nestapa yang menimpa umat Islam India ini bukanlah tragedi yang pertama, bahkan mungkin pula bukan menjadi yang terakhir menimpa umat Islam. Perlakuan demi perlakuan diskriminatif akan terus dialami oleh kaum Muslim di belahan dunia lainnya yang berada dalam posisi minoritas. Inilah bentuk nyata sikap intoleran yang terus menimpa kaum Muslim akibat Islamfobia yang ditebarkan Barat. Juga wujud hipokritme demokrasi dengan bualannya yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Kendati banyak fakta pelanggaran HAM di berbagai negara yang mayoritas non Muslim itu, dunia hanya membisu dan tak banyak berbuat. Mereka hanya mengeluarkan kecaman,ancaman dan kutukan. Diskusi dan pertemuan hanya menghasilkan keputusan yang tidak bisa menghentikan tindak kekejian secara langsung. Tak pernah ada cerita PBB mengirimkan pasukan untuk mencegah kekejaman yang dialami kaum Muslim, kecuali ada kepentingan politik di belakangnya. Sebaliknya PBB justru ada di balik pembantaian kaum Muslim seperti yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Dalam kasus ini, perlakuan biadab yang diterima umat Islam India di New Delhi adalah salah satu konflik verrtikal terpanjang sepanjang sejarah. Namun jeritan para korban ketidakadilan di India tidak membuat dunia bergeming. Dunia hanya sebatas memberi dukungan moril kecaman dan kutukan. Sementara itu ormas Islam dan penguasa muslim juga malah bersikap basa-basi. Hal ini tampak jelas sebagaimana rekomendasi dalam kerangka diplomasi barat yang jauh dari menunjukkan sikap pembelaan utuh sebagai sesama muslim.

Berapa sangat miris menyaksikan,  Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar belum memberikan statement apapun terkait konflik tersebut. Alih-alih empati Menteri Agama Fakhrul Razi malah mengimbau masyarakat agar tidak ikut tersulut emosi dan bersikap hati-hati dalam menyikapi konflik di India.

Mengapakah pemerintah Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini cenderung diam? Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini yaitu :

1) Nasionalisme. Faktor ini yang paling utama dalam memecah-belah umat Islam sehingga mematikan kehijauan umat Islam di suatu negara kepada umat Islam di negara lainnya. Padahal umat Islam dimanapun sejatinya adalah saudara satu aqidah yang wajib dibela. (QS: al-Hujuraat: 11).

Dan Rasulullah juga bersabda : " Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menyakiti dan juga tidak disakiti. Apabila seseorang membantu saudaranya yang sedang membutuhkan maka Allah akan membantunya ketika ia membutuhkan; dan jika seseorang menghilangkan bencana dari muslim yang lain maka Allah juga akan menghilangkan bencana daripadanya besok pada hari kebangkitan; dan jika seseorang menyembunyikan aib muslim yang lain maka Allah akan menyembunyikan airnya pula pada hari kiamat." 
(HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar).

Dalam sabda Rasulullah yang lain : 
" Orang-orang yang beriman dalam kecintaannya, kasih sayangnya, dan persatuan yang kuat laksana satu tubuh;  ketika satu bagian menderita sakit maka seluruh tubuh akan menyambutnya dengan menggigil dan demam."
(HR Muslim)

"Bukan dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada asho orang-orang yang menyeru kepada ashabiyah (nasionalisme/sukuisme), orang yang berperang karena ashabiyah 
serta orang-orang yang mati karena ashabiyah."
(HR Abu Daud).

Dan dalam hadist yang ditulis oleh Misykat al-Masabih, Rasulullah berkata: " dia yang menyeru kepada ashabiyah laksana seseorang yang menggigit kemaluan bapaknya."

2) Para penguasa Negeri berpenduduk mayoritas Islam menghamba kepada Barat. Mereka sama sekali tidak peduli kepada rakyatnya apalagi kepada kaum Muslim di negara lain. Mereka selalu menunggu instruksi barat dalam bersikap. Mereka membuat kebijakan dengan mengharap ridho dari barat. Karenanya mereka sangat peduli terhadap suatu persoalan kalau Barat peduli terhadap persoalan itu. 

3) Sebagian besar negeri Islam merujuk pada solusi-solusi internasional yang didasarkan pada kepentingan Barat lewat PBB, Liga Arab ataupun ASEAN. Lembaga-lembaga ini tidak memberikan solusi untuk kepentingan umat Islam tetapi memihak kepada rezim yang berkuasa dan harus sejalan dengan negara-negara barat yang memusuhi Islam.

Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler  di dunia Islam. Dengan paham kebangsaan seolah kaum muslim terlepas dari ikatan mereka yang satu yaitu ikatan tauhid. Mereka merasa asing dengan saudara mereka yang Muslim. Dengan paham nasionalisme ini pula Barat terus melanggengkan hegemoni di negara yang rela tunduk di bawah tiraninya.  

Tidak ada cara lain untuk mengakhiri penderitaan kaum Muslim minoritas, termasuk di India  kecuali ketika memiliki pelindung politik yaitu dengan adanya Khilafah. Keamanan tidak akan kembali menjadi milik kaum muslim kecuali jika kembali kepada Khilafah.
Mereka dengan kaum muslim lainnya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan oleh sekat-sekat suku ras dan kebangsaan. Dalam naungan Khilafah mereka laksana satu tubuh ketika satu bagian sakit maka seluruh bagian tubuh merasakan sakitnya. Jadi Khilafah sajaah yang akan memberikan kepada mereka keamanan dan menyebarkan kebaikan di seluruh dunia. 

Wallahu a'lam.