-->

Malang Darurat Bunuh Diri

Oleh : Oktalia Lucky 
(Member AMK chapter Malang) 

Malang digegerkan dengan penemuan jenazah pasangan suami istri berinisial JW (42) dan YI (38), warga Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang ditemukan tewas di rumahnya. Dari pemeriksaan yang dilakukan polisi, kedua korban tersebut tewas karena diduga sengaja bunuh diri. Sebab, di saku celana JW ditemukan surat wasiat yang diperuntukkan bagi anaknya. Penelusuran polisi, hal ini diduga karena ketidakharmonisan keluarga. Sebagaimana dilansir oleh kompas.com pada 11 Maret 2020. 

Disusul jumat (13/3), dua orang pria di Kota Malang ditemukan meninggal karena bunuh diri. Kedua orang itu memilih mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama : gantung diri. 

Peristiwa bunuh diri yang pertama terjadi di Jalan Laksda Adi Sucipto, Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Aksi bunuh diri dilakukan oleh BHM, 54 tahun.

Sementara itu, kasus bunuh diri kedua terjadi di sebuah gubuk tengah sawah di Jalan Tenaga Baru VI Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

Korban berinisial MP, 39 tahun warga Jalan KH Amir Kelurahan Ngembal Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Korban ditemukan gantung diri oleh teman korban yang kerja di sekitar wilayah tersebut. Dilansir radarmalang.id (13/3/2020)

Maraknya bunuh diri merupakan akibat dari pola pikir sekularisme yang memisahkan urusan dunia dan urusan akhirat. Manusia beranggapan bahwa aktifitasnya hanya dicukupkan pada perkara dunia, sehingga menjadikan kematian sebagai penyelesai atas permasalahan yang menimpanya.

Masalah ini semakin diperkuat dengan  digunakannya  hukum kapitalisme yang menghamba pada harta. Pastilah meniscayakan kehidupan yang berstandar fisik. Bagi pihak-pihak yang papa dan tak mampu meraih materi, sementara poros kebahagiaannya hanya dipusatkan pada capaian nominal, cepat atau lambat akan mengalami depresi dan putus harapan.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini diperlukan perbaikan dari semua pihak, yaitu dengan cara:

1. Meningkatkan keimanan individu
Individu akan kuat dan tangguh menghadapi setiap permasalahan yang menderanya ketika ia memahami betul bahwa ia memiliki Sang Pencipta yang mahakuasa atas segala sesuatu. Ia tidak lagi khawatir akan perkara rezeki, jodoh dan maut. Dia pun melaksanakan setiap aktifitasnya hanya untuk beribadah kepada Allah Swt tanpa lagi khawatir akan pandangan orang-orang di sekelilingnya.

2. Mengembalikan kepedulian masyarakat
Masyarakat yang semakin individualis menjadikan mereka tidak peduli pada kondisi orang-orang di sekelilingnya. Rasa tepo seliro sudah semakin langka. Seseorang menjadi semakin merasa hidup sendiri dan menahan beban hidup sendiri. Ditambah lagi dengan sistem kapitalis saat ini.

Kesuksesan seseorang hanya diukur dari nilai materi. Hal ini menjadikan masyarakat semakin hilang rasa pedulinya pada orang di sekitarnya dan lebih peduli bagaimana memperoleh materi sebanyak-banyaknya.
Padahal Rasulullah bersabda, “Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur dengan perut kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya.” (HR. Al-bazzar).

3. Mengembalikan peran utuh negara
Negara merupakan pelindung dan pengayom masyarakat. Negara berkewajiban memastikan kesejahteraan dapat digapai oleh seluruh rakyatnya. Negara akan berupaya dengan serius untuk menjaga kestabilan mental masyarakatnya dengan memberi bimbingan dan perlindungan pada akidah masyarakat. Negara juga menyediakan lapangan pekerjaan dan memastikan agar kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan dapat diakses dengan mudah dan murah. 
"Seorang imam (pemimpin) adalah penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyat). (HR. Bukhori dan Muslim).

Ketiga hal ini sulit diwujudkan dalam negara yang berlandaskan kapitalis sekuler saat ini. Ia hanya dapat terwujud dalam negara yang menggunakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, yang dengannya mampu menenteramkan hati dan sesuai dengan fitrah manusia.

Wallaahu a’lam bishshawaab.