-->

Antara Islam, Perempuan dan Kemiskinan

Oleh : Rifdatun Aliyah 

Perempuan. Sebuah kata yang tak pernah habis jika dibahas. Dialah salah satu sosok penting dalam membangun bangsa. Sebab, melalui rahim perempuan lah para pemimpin bangsa dilahirkan. Namun, bagaimana nasib perempuan pada saat ini? Akankah ia berdiam diri dirumah saja sembari mendidik anak-anak mereka menjadi generasi hebat? 

Sayangnya, perempuan saat ini bisa dikatakan mengalami disposisi. Perempuan dengan fitrah keibuan justru menjadi salah satu korban sistem kapitalisme. Tingginya biaya hidup dan kurangnya mendapatkan jaminan hidup membuat perempuan turut andil dalam perekonomian keluarga bahkan negara. Banyak perempuan khususnya kalangan ibu yang mau tidak mau harus bekerja diluar rumah sehingga sedikit atau banyak mengorbankan bahkan abai terhadap anak-anak dan keluarganya.

Di Kabupaten Lombok Timur, misalnya. Ratusan anak terpaksa terlantar tidak diasuh orang tuanya lantaran orang tua mereka menjadi TKI. "Kita tidak bisa membayangkan kalau kemudian satu desa rata-rata sekitar 300 anak dan di Kabupaten Lombok Timur ada sekitar 250 desa berapa jumlah keseluruhan," kata Suharti, direktur Yayasan Tunas Alam Indonesia, yang melakukan pendampingan anak-anak buruh migran di kabupaten itu (www.bbc.com/06/03/2017).

Sayangnya, angka perempuan yang menjadi pekerja tetap tinggi hingga tahun ini. Memang sangat menyedihkan jika masa anak-anak yang seharusnya di isi dengan pendidikan terbaik oleh seorang ibu harus tergadaikan dengan yang lain. Lantas, jika sudah seperti ini, siapakah yang harus disalahkan? Apakah tidak ada solusi lain? Bagaimana pandangan Islam dalam hal ini? 

Tak dapat dipungkiri bahwa sistem ekonomi kapitalis saat ini telah membuka jalan lebar bagi perempuan untuk turut andil dalam memajukan perekonomian negara. Gaji yang murah, jam kerja tinggi, mampu bersaing dengan laki-laki menjadi alasan bagi sistem ini untuk memasukkan perempuan dalam laju perekonomian. Belum lagi pemahaman kesetaraan gender yang dihembuskan membuat sebagian perempuan merasa bangga jika mereka mampu menghasilkan materi. Sehingga, perempuan yang hanya diam dirumah justru dianggap tidak berguna dan tidak memiliki nilai lebih ditengah-tengah masyarakat. 

Padahal, tak sedikit efek buruk ketika perempuan terjun dikancah perekonomian. Seperti anak yang terlantar, perceraian, pelecehan seksual dilingkungan kerja, ketidak harmonisan dalam keluarga, dan masih banyak yang lainnya. Sehingga, pengentasan kemiskinan melalui kesetaraan gender merupakan jargon yang membahayakn perempuan. 

Perlu dipahami bahwa Islam tidak mewajibkan perempuan dalam mencari nafkah. Sebab, mencari nafkah bagi perempuan hukumnya adalah mubah (boleh). Akan tetapi, kemubahan ini tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (umm wa rabatul bait). Islam sangat memuliakan perempuan sesuai fitrahnya sebagai seorang ibu. Hal ini banyak terdapat dalam ayat-ayat alquran dan hadits.

Islam mewajibkan mencari nafkah kepada laki-laki sehingga negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi mereka. Islam mewajibkan negara memberikan jaminan hidup dasar kepada seluruh masyarakat dalam hal pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sehingga, hal ini sangat memudahkan perempuan untuk fokus dalam mendidik generasi menjadi generasi bertakwa dan tangguh dalam membangun peradaban.