-->

Menyiapkan Generasi Terbaik

Oleh : Didi Diah, S.Kom (Praktisi Pendidikan)

Generasi terbaik adalah generasi faqih fiddin yang bersyaksiyah Islam. Segala perbuatannya dilandasi atas keterikatannya terhadap syariat Allah SWT. Generasi yang mencintai Al Qur'an tidak hanya sekedar menghapalkannya, tetapi menjadikan ayat demi ayat sebagai landasan perbuatannya. 

Apakah sulit mewujudkannya? Ayah Bunda, sesungguhnya tidak ada kata sulit dalam kebaikan yang ada hanya kemauan. Dalam hal pendidikan, Ayah Bunda punya kewajiban melakukan hal yang terbaik untuk masa depan cemerlang buah hatinya.

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك

“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”(Tuhfah al Maudud hal. 123). 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما نحل والد ولده أفضل من أدب حسن

“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim: 7679).

Ayah Bunda, pernahkah kita melihat seorang anak yang santun, lemah lembut serta sholeh dalam kehidupan sehari harinya? Dan adakah terbersit keinginan untuk mempunyai anak sholeh dan sholehah? Maka jawabannya adalah kita orang tuanya yang lebih dulu menjadi sholeh. Itu kunci utamanya. 

Tanggung jawab pendidikan anak ini harus ditangani langsung oleh kedua orang tua. Para pendidik yang mendidik anak di sekolah–sekolah, hanyalah partner bagi orang tua dalam proses pendidikan anak. Seperti pepatah Arab yang bagus mengenai hal ini 

كيف استقم الظل و عوده أعوج

“Bagaimana bisa bayangan itu lurus sementara bendanya bengkok?”

Akhirnya kita orang tua harus berkaca, sudahkah kita sholeh, sudahkah kita sholehah untuk anak-anak kita? Maka pepatah Arab di atas sudahlah pasti mengingatkan kita untuk berbenah diri.

Kisah Ibunda Para Ulama

Pernahkah kita membaca kisah teladan yang masyhur tentang mereka, bagaimana mereka menjadi madrosatul ula bagi anak-anak mereka. 
Diantaranya : 

Pertama: Al-Khansa, Tumadhar binti Amr bin al-Harits Ibu Para Mujahid

Ketika umat Islam bersiap dan menghitung jumlah pasukan menghadapi Perang Qadisiyah, saat itu pula al-Khansa bersama empat orang putranya siap berangkat bersama pasukan berjumpa dengan pasukan Persia.
Dalam sebuah kemah di tengah ribuan kemah lainnya, al-Khansa mengumpulkan keempat putranya.Ia berwasiat, “Anak-anakku, kalian memeluk Islam dengan penuh ketaatan dan hijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia, sungguh kalian terlahir dari ibu yang sama. Aku tidak pernah mengkhianati ayah kalian.Tak pernah mempermalukan paman kalian.Tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian. Dan tak pernah pula menyamarkan nasab kalian. Kalian semua tahu balasan besar yang telah Allah siapkan bagi seorang muslim dalam memerangi orang-orang yang kafir. Ketahuilah (anak-anakku), negeri yang kekal itu lebih baik dari tempat yang fana ini. Allah Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS:Ali Imran | Ayat: 200).

Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan kepada Allah atas musuh-musuh-Nya”.

Kedua : Fathimah binti Ubaidillah Azdiyah namanya. Yang tak lain adalah ibunda Imam Syafi'i.

Beliau berasal dari suku Al-Azd di Yaman. Garis keturunan beliau masih bersambung dengan Rasulullah Saw dari jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Sejak bayi, Syafi’i kecil telah ia didik dan besarkan sendirian. Suaminya, Idris bin Abbas bin Usamah bin Syafi’i telah meninggal dunia saat Syafi’i berusia 2 tahun. Fatimah dikenal cerdas. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Ketika suaminya wafat, tak sedikit pun harta ia warisi. Dengan kondisi serba kekurangan, ia berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak semata wayangnya itu. Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut menjadi figur hebat dan bermanfaat bagi semua.

Masih banyak sosok orang tua yang kesholehannya luar biasa, sehingga mereka mampu mencetak anak-anak yang sholeh dan mencengangkan dunia. Anak-anak mereka tumbuh menjadi Ulama hebat dan masyhur. 

Mari Ayah Bunda, kita siapkan bekal terbaik untuk anak-anak kita. Kelak kita akan siap manakala Allah SWT meminta pertanggungjawabannya. 

Wallahu'alam bi showwab.