Corona: Petaka Perilaku Konsumsi Makanan Tak Sesuai Syariat
Oleh: Ummu Farras (Pemerhati Sosial)
Di awal tahun 2020, Virus Corona yang merupakan virus jenis baru mewabah dan menjadi masalah kesehatan dunia yang serius. Dilansir dari kompas.com, wabah virus corona ini pertama kali muncul di Wuhan, Cina. Dalam perkembangannya, virus jenis baru tersebut mulai menyebar luas. Setidaknya empat negara di Asia Tenggara telah mengumumkan kasus positif virus corona. Dugaan sementara, Virus Corona di Wuhan ini berasal dari kelelawar. Sup kelelawar merupakan sebuah hidangan populer di Kota Wuhan.
Menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam Buletin Sains Cina, Para ilmuwan percaya, sup kelelawar ini diduga bisa menjadi perantara penyebaran virus corona. Media Daily Star menulis sup kelelawar mungkin bisa disalahkan oleh orang-orang terkait penyebaran virus corona.(tempo.co). Selain itu, dilansir dari South China Morning Post, Pasar Makanan Laut Huanan adalah pasar yang menjadi sumber wabah virus ini. Di sana dijual 100 varietas hewan dan unggas hidup, mulai dari rubah hingga serigala, musang bertopeng, kepiting, udang, kura-kura, ular, tikus, landak, burung, dan banyak lagi.(Kompas.com)
===
Pola Hidup Liberal
Konsultan infeksi RS Dr. Soetomo, dr. Dominicus Husada SpA.K. menjelaskan berbagai virus mematikan bisa muncul di Cina antara lain karena sejumlah hal. Mulai dari luasnya wilayah Cina, populasi Cina yang sangat besar, hingga pola hidup dan pola makannya tidak umum. Dominicus juga membenarkan bahwa beberapa virus yang mewabah berawal dari kebiasaan makan makanan yang tidak lazim.
Selain kebiasaan memakan sup kelelawar di Wuhan, di Cina pun ada sekitar 10 ribu anjing liar dimakan setiap tahunnya di Festival Yulin Gong. Lebih lanjut, memakan darah babi beku, dan makan ular pun merupakan hal yang biasa di Cina. Sup ular sudah dianggap sebagai kelezatan tersendiri dalam budaya Cina. Sup ular dianggap sebagai hidangan berstatus tinggi karena bahannya yang beragam macam dan persiapannya yang rumit. Sup ular ini menjadi simbol kekayaan, keberanian, dan kehormatan. Biasanya makanan ini hanya disajikan untuk pejabat atau selebriti tertentu. (CNNIndonesia.com).
Cina memiliki pola hidup yang liberal. Mengonsumsi makanan yang langka dan tak biasa sudah dianggap sebagai identitas tersendiri bagi kalangan masyarakat Cina. Orang yang makan hewan liar dianggap memiliki status sosial yang tinggi. (CNNIndonesia.com)
Dikutip dari Mothership, masyarakat Cina juga percaya hewan liar merupakan makanan yang lebih bergizi dibandingkan hewan ternak. Filosofi di balik hewan liar itu juga jadi alasan masyarakat Cina kerap memakan hewan liar.
===
Pola Hidup Sehat Dalam Islam
Islam mengatur pola hidup dengan menyeluruh, termasuk soal makanan. Di dalam Islam kriteria makanan harus mencakup halal dan thayyib. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 88:
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” Kata حَلَٰلًا berasal dari akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”.
Berkaitan dengan makanan, maka makanan halal adalah makanan baik nabati maupun hewani yang boleh dikonsumsi dan tanpa sebab tertentu untuk terlarang. Kata طَيِّبًا dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dan segi zatnya atau rusak (kedaluwarsa), atau dicampur benda najis.
Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya. Kita dapat berkata bahwa kata thayyib dalam makanan adalah makanan yang sehat, proporsional, dan aman. Kalimat حَلَٰلًا طَيِّبًا mengisyaratkan makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang secara syari dibolehkan tetapi harus berdampak baik bagi jiwa dan raga manusia.
Namun demikian, tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam: wajib, sunnah, mubah, dan makruh. Ada makanan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Atau ada makanan yang halal tapi tidak baik untuk orang yang mengidap penyakit tertentu.
===
Demikian ayat di atas memberi petunjuk bahwa makanan yang dikonsumsi adalah yang halal lagi baik. Dengan demikian, Islam memiliki aturan yang sempurna. Tidak hanya mengatur aspek ibadah mahda saja, tetapi seluruh aspek kehidupan manusia ada aturannya di dalam Islam.
Maka, harus kita yakini bahwa hanya syariat Islam pula yang jika diterapkan mampu memberikan keamanan dan keselamatan bagi seluruh manusia. Wallahu a'lam bisshowwab
_______
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar