-->

BETULKAH MUSLIMAH TIDAK WAJIB MEMAKAI JILBAB?(A brief review)

Pierre Suteki dan Puspita Satyawati
(Dosol Online Uniol 4.0 Diponorogo)

Belum lama ini, Ibu Sinta Nuriyah mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib memakai jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Alquran jika memaknainya dengan tepat. Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Alquran secara kontekstual bukan tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Alquran karena melewati banyak terjemahan berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi (tempo.com, 16/1/2020). 

Menanggapi pernyataan Ibu Sinta Nuriyah tersebut, komentar singkat kami adalah: "Wow, amazing nDangdut..!!! Itu, komen yang sering dipakai oleh dosen on line di Universitas Online 4.0 Diponorogo. Kami merasa heran dengan pernyataan Ibu Sinta Nuriyah ini. Bagaimana bisa menyatakan bahwa jilbab itu tidak wajib dikenakan oleh seorang muslimah?

Baiklah, jika itu pendapat beliau, ada beberapa pertanyaan kunci yang perlu diajukan untuk memastikan wajib tidaknya muslimah mengenakan jilbab, yaitu:

1. Apakah menutup aurat bagi muslimah itu hukumnya wajib, sunnah, atau mubah?

2. Jika wajib, berdosakah bila seorang muslimah tidak menutup auratnya?

3. Apa saja yang termasuk aurat seorang muslimah?

4. Jika seluruh tubuh seorang muslimah kecuali muka dan telapak tangan, bukankah aurat itu wajib ditutup dan disembunyikan?

5. Kalau wajib ditutup dan disembunyikan, dengan cara apa seorang muslimah menutup auratnya?

6. Apakah hijabnya boleh menggunakan kayu, besi, seng atau aluminium, atau kain? 

7. Bukankah baju atau pun alat yang dapat dibuat dari bahan apa pun itu dapat digunakan untuk menghijab aurat?

Itulah JILBAB yang berfungsi untuk menutup aurat. Mau berbahan besi, alumunium, perak, seng, ataupun kain, prinsipnya tetap satu: WAJIB HUKUMNYA!

Untuk kali kesekian, pernyataan sejenis muncul dari pendapat "orang pandai dan terhormat, namun jelas berdasarkan beberapa pertanyaan di muka, kami bukan termasuk dalam kategori di atas. Bahkan sangat jauh dari yang demikian. Untuk itulah izinkanlah kami yang faqir ilmu ini menyampaikan apa yang diketahui. Toh beliau menyadari, setelah berkata demikian akan banyak yang tidak setuju dengan pandangannya. Baik, kami termasuk muslim yang tidak sependapat dengan pernyataan Ibu Sinta Nuriyah terkait dengan tidak adanya kewajiban muslimah berjilbab ini.

Sepengetahuan kami, tidak terjadi perbedaan pendapat di kalangan jumhur ulama tentang wajibnya menutup aurat. Empat Imam Madzhab (Maliki, Hanbali, Hanafi, Syafi'i) bersepakat muslimah wajib menutup aurat, meski berbeda pendapat terhadap batas aurat yang ditutup.

Dalam Alquran, Allah Swt telah memerintahkan muslimah untuk mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab sebagai pakaian penutup aurat. Perintah mengenakan khimar terdapat dalam Surat An-Nuur Ayat 31: 

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ 

(Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya....)"

Adapun perintah berjilbab ada di Surat Al Ahzab ayat 59. 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

(Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

Selain dalil naqli sebagaimana tersebut di atas, dalam kitab An-Nizham Al-Ijtima'i fi Al-Islam karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dijelaskan bahwa merujuk dalam kamus al-Muhith dinyatakan: "Jilbab itu adalah seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong)." 

Adapun dalam kamus ash-Shihhah, al-Jawhari menyatakan, "Jilbab adalah milhafah (mantel/jubah) dan yang sering disebut mula'ah (baju kurung). Di dalam hadits, kata jilbab dinyatakan dalam makna al-mula'ah (baju kurung) yang dikenakan wanita sebagai penutup luar pakaian kesehariannya di dalam rumah. 

Dari Ummu 'Athiyah r.a., ia berkata: "Rasulullah Saw. memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita, yaitu hamba-hamba sahaya wanita, wanita-wanita yang sedang haid, dan para gadis yang sedang dipingit, pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sementara wanita-wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri tidak ikut menunaikan shalat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan dan (mendengarkan) seruan untuk kaum muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah saudaranya memakaikan jilbabnya kepada wanita itu.” (HR Muslim) 

Apabila kita cermati Surat Al Ahzab: 59, maka ayat ini secara jelas mengandung perintah Allah Swt. kepada kaum mukminah agar mengenakan jilbab. Pun dari hadist Ummu 'Athiyah di atas, Rasulullah Saw. memerintahkan agar muslimah mengenakan jilbab ketika keluar rumah. Bahkan jika tidak memiliki, saudaranya harus memakaikannya.

Alquran tentu hanya boleh ditafsirkan lafadz dan kalimatnya dengan pengertian bahasa (etimologi) dan syar'i. Dan tak boleh ditafsirkan di luar kedua jenis pengertian tersebut. 

Pengertian ayat tersebut secara bahasa sudah jelas, yaitu merupakan perintah (wajib) kepada mukminah (muslimah) mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yakni menghamparkan pakaian yang mereka kenakan di luar pakaian keseharian, ke bawah hingga menutupi kedua (telapak) kaki. Hukum wajib berarti jika tidak dilaksanakan akan menuai dosa, dan apabila tidak bertaubat maka dosa pasti akan berakibat pelakunya diganjar neraka, kecuali Alloh mengampuninya.

Sejatinya, perkara wajibnya menutup aurat masuk kategori “ma’lumun min ad-dien bi adz-dzarurah." Pemahaman agama yg secara umum umat Islam sudah memahami sebagai kewajiban dan tidak ada perbedaan di dalamnya. Seperti wajibnya sholat lima waktu, puasa Ramadhan.

Wacana muslimah tidak wajib menggunakan jilbab/pakaian penutup aurat patut diduga banyak disampaikan oleh kalangan Islam liberal. Berjargon "Islam yang Membebaskan," mereka berupaya melepaskan umat Islam dari keterikatan hukum Allah Swt. Atas nama kebebasan tanpa batas yang berlindung di bawah ketiak HAM dan sebuah kredo yang masyhur di kalangan feminis: "My Body My Authority". 

Perintah wajib berhijab khususnya dengan berjilbab hendaknya dikembalikan pada asal muasal kewajiban bagi seorang perempuan muslim (muslimah) untuk menutup auratnya. Itu prinsip. Mau dengan cara apa, dengan bahan apa dan masalah teknisnya itu diserahkan kepada setiap individu muslimah. Yang paling penting diperhatikan adalah bahwa jilbab itu harus mampu menutup dan menyembunyikan aurat. Bukan hanya menutup tetapi justru menonjolkan aurat seorang muslimah. 

Akhirnya, kami serukan pertanyaan ini:

"Wahai para muslimah, setelah datang keterangan yang jelas kepada Anda masihkah Anda ragu untuk wajib pakai jilbab dari bahan apa pun agar terhijab aurat Anda ?"

Dengan mengetahui betapa penting dan wajibnya wanita muslimah untuk mengenakan jilbab saat memasuki baliqh, maka tentunya perintah ini juga akan mendapatkan ancaman serta hukuman yang akan didapat di akhirat nanti. 

Harapan kami, hendaknya setiap muslim tidak terjerembab dalam pemikiran-pemikiran sekuler dan liberal. Tetaplah kita berpedoman pada Al Quran dan Hadist serta Ijtihad para ulama mu'tabar yang tidak diragukan kehormatan ilmu dan amaliyahnya. 

Wallohu a'lam bishowab..

Tabik...!!!
___________
Sumber : FB Steven Suteki