LUPA ITU MANUSIAWI, TAPI..
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Kita tentu pernah merasakan lupa akan sesuatu. Lupa menyimpan kunci misalnya, atau lupa dengan janji, lupa menaruh barang, lupa dengan nama seseorang, lupa akan hafalan kita, dan lain-lain.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lupa dimaknai sebagai lepas dari ingatan, atau tidak dalam pikiran ingatan lagi, tidak teringat, tidak sadar, atau tahu akan keadaannya dirinya atau keadaan sekelilingnya, dan sebagainya. Dan lalai, lupa, bisa disebabkan karena sesuatu yang tidak kita kuasai atau tidak kita sengaja. Yakni karena ingatan kita, bisa juga karena peremehan, atau kesengajaan; sehingga tidak memperhatikan dan tidak berupaya untuk mengingat. Hal inilah yang disebut dengan lalai.
Lupa karena sesuatu yang tidak kita kuasai atau tidak kita sengaja, tidaklah dihisab oleh Allah SWT. Dalam hadis Ibnu Abbas ketika turun firman Allah SWT :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan Ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya. Mereka berdoa : ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah” ( Al-Baqarah : 286).
Lalu hadis riwayat Muslim, juga sebagaimana di dalam hadis Ibnu Abbas secara marfu, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku dosa ketika mereka dalam keadaan lupa dan dipaksa’’ (HR Ibnu Majah).
Ada kaidah yang perlu diingat dalam permasalahan ini. Ibnu Qayyim berkata, perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa : Siapa yang melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka ia seperti tidak melakukannya. Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka tidak berdosa.
Pertama. Ada masalah lupa karena melakukan yang haram dihukumi seperti dianggap tidak melakukannya dan tidak dikenai dosa. Misalnya makan dalam keadaan lupa di saat puasa di siang hari. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa yang lupa, sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua. Dalam masalah lupa, karena meninggalkan perintah, maka ia harus tetap melakukan perintah tersebut. Contoh dalam hal ini adalah lupa mengerjakan salat. Jika seseorang tertidur dari salat atau Ia lupa dari salat, maka hendaklah ia salat ketika ia ingat. Seperti firman Allah yang diriwayatkan dalam Al-Qur'an, QS. Thaha ayat 14,
“Kerjakanlah salat ketika ingat"
Meski demikian, jika bukan terindikasi penyakit atau kemampuan mengingat yang lemah yang sudah ditakdirkan oleh Allah, ada kemungkinan perilaku yang menjadi sebab sulitnya kita mengingat sesuatu. Imam Syafi’i pernah berkata :
“Aku pernah mengadukan kepada Waki (guru) tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak mungkin diberikan pada ahli maksiat.”
Padahal sosok Imam Syafi'i yang kita kenal sebagai sosok ahli agama yang amat luar biasa hafalannya. Namun apa kiranya yang menghalangi hafalannya beliau? Setelah banyak merenung, barulah Imam Syafi'i teringat bahwa suatu waktu beliau pernah tidak sengaja melihat wanita yang tengah menaiki kendaraan lantas kemudian roknya tersingkap dan menunjukkan auratnya.
Inilah tanda Wara’ dari Imam Syafi'i, yaitu kehati-hatian beliau dari maksiat. Beliau melihat kaki wanita yang tidak halal baginya, lantas beliau menyebut dirinya bermaksiat; sehingga Ia lupa terhadap apa yang telah Ia hafal. Lalu melakukan maksiat, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, dapat menutup hati kita. Ini pun bisa terjadi pada kita. Bisa jadi karena kita banyak bermaksiat, sehingga kita sulit mendapatkan ilmu, bahkan termasuk menghafal Al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat Al-Muthaffifin ayat 14 yang artinya :
“Sekali-kali tidak. Sebenarnya apa yang selalu mereka upayakan itu menutup hati mereka.”
Maksud dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa, sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama-kelamaan pun mati.
Sementara itu jika lupa karena sebuah peremehan, kesengajaan atau tidak perhatian akan sesuatu maka, akan dilihat. Jika peremehan itu dalam hal yang mubah yang tidak berpengaruh pada keterikatan kepada hukum syariat, maka akan kembali kepada hukumnya. Mubah tersebut dilakukan atau tidak, tidak berimplikasi dosa. Misalnya lupa menutup pintu kamar mandi, lupa mematikan lampu, lupa meletakkan handuk basah di kasur, dan lain-lain. Yang itu semua dilakukan karena peremehan dan menganggap tidak terlalu penting. Namun jika peremehan itu sampai membuat terjadinya kemaksiatan atau pelanggaran hukum Allah, atau bahkan dalam rangka bermaksiat; maka tentu akan ada implikasi dosa di dalamnya. Hal ini sebagaimana yang tersira di dalam surat At-Taubah ayat 67 yang artinya :
“Orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sama. Mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan mencegah perbuatan yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya karena kikir. Mereka telah melupakan kepada Allah. Maka Allah melupakan mereka pula. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.”
Sayangnya lupa dalam konteks yang terakhir ini, justru banyak terjadi dalam tubuh kaum muslimin saat ini. Banyak kaum muslim yang hari ini lupa akan eksistensinya bahwa dia adalah hamba Allah yang wajib taat secara sempurna pada Syariat-Nya. Walhasil kemaksiatan merajalela dan hukum-hukum Allah dicampakkan, baik itu sebagian atau bahkan keseluruhan. Mereka lupa bahwa mereka punya kewajiban menjalankan syariat Allah seluruhnya tanpa terkecuali, sehingga mereka pun lupa dan abai terhadap perjuangan penegakan Islam Kafah. Lupa bahwa mereka pernah punya peradaban yang luar biasa, sehingga mudah takjub bahkan menghamba kepada peradaban kapitalisme liberal barat.
Karena itu untuk mengaktifkan kembali memori kaum muslim yang hilang ini, kita harus ingatkan kembali mereka. Dengan cara menyampaikan Islam yang sempurna ini kepada umat Islam dengan berada dalam pembinaan kelompok dakwah Islam ideologis, yang akan mendakwahkan dan memperjuangkan hukum-hukum Allah untuk tegak di muka bumi ini secara sempurna.
Wallahualam Bisawab
Posting Komentar