-->

Pencemaran Udara Meningkat, Siapa Bertanggungjawab?

Oleh: Ida Nurchayati, Aktifis Muslimah

Polusi udara Ibu Kota Jakarta kembali menjadi sorotan. Situs IQAir menilai kualitas udara di Jakarta pada 13/8/2023 pukul 06.14 merupakan yang terburuk di dunia. Indeks kualitas udara (AQI) tercatat 170 poin, dimana konsentrasi polutan utama PM 2.5 sebesar 93,2 mikrogram per meter kubik. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta 18.6 kali panduan kualitas udara tahunan WHO. Kondisi ini masuk kategori tidak sehat dan berbahaya (tempo.co, 14/8/2023).

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen PPKL-KLHK), Sigit Reliantoro mengatakan salah satu penyebab kualitas udara buruk karena saat ini sedang memasuki musim kemarau. Ia menambahkan, dari segi bahan bakar, sektor- sektor penyumbang polusi, diantaranya, transportasi  44 persen, industri 31 persen, energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen (viva.co.id, 11/8/2023). 

Berdasarkan studi CREA, Jakarta setidaknya dikelilingi 8 PLTU dalam radius 100 km. Pada tahun 2020, Jakarta dikelilingi sekitar 118 fasilitas industri yang signifikan menyumbang polusi udara (m.kumparan.com, 21/6/2022). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta menolak dikambinghitamkan atas parahnya polusi udara di Jakarta. Menurutnya, keberadaan industri turut membuka lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian (bbc.com, 14/8/2023).

Sistem Kapitalisme Akar Masalah

Mengantisipasi kualitas udara yang makin memburuk, Pemprov DKI melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan akan membentuk satuan tugas untuk melakukan razia dan memberi sanksi  pemilik kendaraan bermotor yang belum melaksanakan uji emisi (bbc.com, 12/8/2023).

Program lainnya berupa pengadaan 100 unit bus listrik,  insentif bagi masyarakat yang membeli kendaraan bermotor listrik, menyerahkan 186 kendaraan dinas operasional (KDO) listrik kepada petugas Dinas Perhubungan, dan gerakan menanam pohon.

Presiden Jokowi mengatakan polusi udara bisa berkurang dengan memindahkan Ibu Kota ke IKN, moda transportasi massal seperti MRT, LRT dan kereta cepat segera diselesaikan (liputan6.com, 12/8/2023).

Upaya tersebut ternyata belum cukup, menurut organisasi dan pakar lingkungan, ada polusi lintas batas, yakni polusi yang berasal dari industri dan pembangkit listrik disekitar Jakarta (www.bbc.com, 22/6/2022).

Sejatinya polusi  terjadi tidak lepas dari program  kebijakan pembangunan, yakni kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme memandang bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas. Untuk memenuhinya harus ada proses produksi besar-besaran, khususnya  pemilik modal. Akibatnya, sumber daya alam dieksploitasi secara besar-besaran untuk mendukung industrialisasi, tanpa memperhatikan keseimbangan alam. 

Sementara pemerintah terus membuka kran investasi  selebar-lebarnya. Ketika investasi terbuka, maka kebijakan pemerintah bisa dipastikan akan dikendalikan para investor dalam bidang tersebut.

Inilah potret kerakusan sistem kapitalisme dalam mengeksploitasi sumber daya alam untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Pengembangan industri tidak dibarengi dengan kelestarian sumber daya alam, karena dipandang akan mengurangi keuntungan pemilik modal.

Negara abai menjaga kemaslahatan rakyatnya. Upaya yang ditempuh untuk menghilangkan polusi masih tambal sulam dan belum menyentuh akar persoalan. Menurut pegiat lingkungan, WALHI, kebijakan pemerintah pusat maupun pemprov tidak pernah menyentuh industri energi dan manufaktur.   Masyarakat sipil melalui Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta menilai upaya pemerintah menyelesaikan polusi udara di Jabodetabek lebih mengintervensi masyarakat, dan melupakan komponen lain penyebab polusi (www.kompas.id, 13/8/2023). 

Faktanya, sampai saat ini belum ada upaya dari pemerintah untuk menertibkan industri-industri disekitar Jabodetabek yang berkontribusi terhadap polusi udara. Dalam sistem demokrasi meniscayakan terjadinya persekongkolan antara penguasa dan pengusaha yang memiliki sinergi kepentingan. Sementara nasib rakyat termarjinalkan.

Sistem Islam Menjaga Keseimbangan Alam

Sistem Islam dalam menjaga keseimbangan alam tidak lepas dari peran manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.  Sehingga dalam mengelola sumber daya alam, manusia akan menyelaraskan dengan perintah dan larangan Allah. Manusia diperintahkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Rasulullah SAW bersabda,

"Dunia ini hijau dan indah, dan Allah telah menjadikan kamu sebagai pengawas atas bumi ini. Maka lihatlah bagaimana akhiratmu nanti dan janganlah kamu merusak bumi ini, setelah aku tiada lagi" (HR Muslim). 

Dalam Islam, seorang penguasa adalah pelayan (penggembala) bagi rakyatnya, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Negara wajib  menjaga kemaslahatan rakyatnya agar terhindar dari segala sesuatu yang membahayakan, termasuk polusi udara yang mengancam kesehatan. Negara wajib menjaga kelestarian lingkungan dan memerintahkan warganya ikut melestarikan dari segala sesuatu yang merusak dan mencemarinya.

Negara mengatur status kepemilikan berdasarkan hukum syarak, yang dijalankan oleh hisbah secara menyeluruh. Sumber daya alam yang melimpah termasuk kepemilikan umum. Maka negara wajib menjaga agar sumber daya alam tidak diprivatisasi dan dikuasai individu atau swasta, asing maupun aseng.  Status hukum industri diambil dari hukum barang yang diprosuksinya. Jika industri memproduksi kepemilikan umum maka statusnya berubah menjadi milik umum. Nabi SAW bersabda,

 "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni, air, api dan padang rumput" (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis tersebut menegaskan bahwa kaum muslim atau manusia berserikat dalam tiga perkara tersebut. Implikasinya, ketiga hal tersebut tidak boleh dikuasai individu atau swasta. Negara bertanggungjawab sebagai pengawas dan memastikan keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat warga negaranya.

Negara mengawasi setiap produksi dan memastikan tidak adanya pencemaran lingkungan. Negara mewajibkan setiap industri mengolah limbahnya agar sesuai standar baku mutu yang ditetapkan negara, baik limbah cair, padat maupun gas.

Negara juga akan mengadakan dan mengembangkan riset dan teknologi untuk mendapatkan dan memanfaatkan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Diantaranya air, angin, panas bumi, biofuel, biomassa, matahari, gelombang laut dan pasang surut.

Penggunaan kendaraan pribadi dalam sistem Islam bisa diminimalkan karena negara menyediakan sarana transportasi yang memadai, berkualitas,  aman, nyaman, bahkan gratis. Hal ini dimungkinkan karena sistem Islam mempunyai alokasi dana dan kebijakan fiskal yang fleksibel. Maka penerapan sistem Islam secara kaffah akan mewujudkan green economy yang berkembang  pesat.

Mewujudkan sistem industri yang ramah lingkungan hanya terlaksana dengan menerapkan Islam kaffah. Saat ini, ketika sistem tersebut belum terwujud maka kewajiban setiap muslim untuk mengadakannya. 

Wallahua'lam