-->

Lembaga Peradilan Anti Korupsi Hanya Ada Di Sistem Islami

Oleh: Tri S, S.Si 

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah akan membentuk konsep besar sistem peradilan di Indonesia.

Hal tersebut dilakukan untuk melakukan reformasi hukum peradilan pasca insiden kasus korupsi Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Mahfud menjelaskan, konsep besar sistem lembaga peradilan ini akan disusun setelah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan akhir tahun 2022.

"Setelah itu KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat (kompas.com, 4/10/2022).


Penerapan sistem demokrasi liberal pasca reformasi justru membuat kasus-kasus korupsi menjandi lingkaran setan yang tak bisa diputus. Ditunjukkan dengan tumpang tindih kewengan antar lembaga penegak hukum. Mekanisme pengadilan sangat tidak efektif dan efisien karena prosesnya begitu rumit dan bertele-tele, dan berujuang tanpa kepastian. Politik saling sandra pejabat bisa dirasakan tapi sulit dibuktikan. Penegakan hukum akhirnya sarat dengan kepentingan, terutama kepentingan politik. Kelemahan dan kasus hukum pihak lain lantas dijadikan alat tawar-menawar demi kepentingan masing-masing.     

Anggapan bahwa demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan terbaik, ternyata bohong besar. Di tanah air, merebaknya demokrasi justru menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Ledakan korupsi bukan saja terjadi di tanah air, tapi juga di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, dan Brasil. Negara-negara Barat yang dianggap telah matang dalam berdemokrasi justru menjadi biang perilaku bejat ini. Para pengusaha dan penguasa saling bekerja sama dalam proses pemilu.


Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.

Jika para pejabat dan politisi negeri ini serius memberantas korupsi maka hendaknya mereka memberi teladan tindakan yang nyata. Teladan itu bisa dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya. Jika memang memiliki komitmen, seharusnya mereka secara jujur mengumpulkan semua harta ghulul (diperoleh secara tidak sah) miliknya dan keluarganya, lalu dikembalikan ke kas negara. Sayangnya itu yang belum pernah terlihat dari para pejabat dan politisi negeri ini. Mereka baru mengembalikannya jika sudah kepepet, dan untuk pencitraan. Semua itu telah menjadi bersifat sistemik karena yang menjadi akar masalahnya adalah sistem politik demokrasi yang mungkin lebih tepat disebut industri politik demokrasi. Layaknya industri yang untuk adalah para pengelolanya (penguasa, pejabat dan politisi) dan para pemodalnya yaitu para kapitalis pemilik modal. Rakyat akan terus menjadi konsumen dan kepentingan rakyat hanyalah obyek layaknya barang dagangan. Akibat semua itu, kepentingan rakyat selalu dikalahkan. 


Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah ditempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang bagus. Pertama: pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua, pengawasan dari kelompok, dan ketiga, pengawasan oleh negara. Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi. Spirit ruhiah yang sangat kental ketika menjalankan hukum-hukum Islam, berdampak pada menggaairahnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.


Diberlakukannya juga seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi (berupa ta'zir) bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.


Negara khilafah Islamiyah juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan, hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah" (HR. Abu Dawud).


Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi. Kemudian, untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan. Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.


Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dengan berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat Negara atau pegawai untuk menerima hadiah. Bisa kita lihat, pada masa sekarang ini banyak diantara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan" (HR. Abu Dawud).


Dalam Islam, status pejabat maupun pegawai adalah ajir (pekerja), sedangkan majikannya (Musta’jir) adalah Negara yang di wakili oleh khalifah atau kepala Negara maupun penguasa selain khalifah, seperti Gubenur serta orang-orang yang di beri otoritas oleh mereka. Hak-hak dan kewajiban diantara Ajir dan Musta’jir diatur dengan akad Ijarah. Pendapatan yang di terima Ajir diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang diharamkan.


Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambil contoh, khalifah Umar Bin abdul aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Belaiu juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara. Tampaknya hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di negri ini, ketika rakyatnya banyak yang lagi kesusahan, mereka malah enjoy dengan mobil mewah terbarunya, serta fasilitas-fasilitas yang lain. Itulah strategi Islam dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, bersegeralah Indonesia untuk menerapkan Islam secara kaffah, menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.