-->

Islam Memuliakan Perempuan

Oleh : Ratna Nur’aini

Penamabda.com - Miris. Nasib perempuan di tempat kerja kian hari kian  memprihatinkan. Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), Sarinah, yang mewakili serikat buruh Aice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice. (theconversation.com, 18/03/20).

Terkait hal ini, Lilis Mahmudah, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mengatakan bahwa buruh perempuan selalu menjadi nomor dua di manapun mereka bekerja dan rentan kekerasan, pelecehan seksual, perundungan, direndahkan, juga diremehkan. (voaindonesia.com, 19/10/20). Diskriminasi ini dimanfaatkan oleh para pegiat jender untuk menyerukan kesetaraan jender. Sehingga menjadi salah kaprah dan menimbulkan masalah baru.

Kesejahteraan yang belum didapatkan oleh perempuan disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis. Dimana sistem ini memandang kebahagiaan dan kesejahteraan perempuan hanya bisa diraih dengan menghasilkan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan keselamatan jiwa. Bahkan keluarganya bisa terabaikan demi memenuhi kebutuhan pokoknya .Apalagi UU Cipta kerja semakin memperburuk perlindungan hak buruh perempuan. Tidak dikenal cuti karena haid atau keguguran karena hanya menyebutkan cuti tahunan dan cuti panjang lainya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian bersama. Itulah sistem ekonomi kapitalis yang justru mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat.

Dalam Islam pemenuhan kebutuhan perempuan telah diatur syariat dengan berbagai strategi. Pertama, Syariat mewajibkan laki-laki untuk menafkahi perempuan dan bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan perempuan. Hal demikian tertuang dalam surah At-Talaq ayat 6. Kedua, jika individu laki-laki tidak bisa menafkahi, beban tersebut diserahkan pada ahli waris.

”…dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (men-derita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula..” (QS Al Baqarah 233) Ketiga, Jika ahli waris tidak ada, atau ada namun tidak mampu menafkahi, maka tanggungan tersebut diserahkan pada negara melalaui Baitulmal.“…Siapa saja yang meninggalkan utang atau tanggungan keluarga, maka datanglah kepadaku dan menjadi kewajiban.” (HR Ibnu Hibban) Keempat, negara akan memfasilitasi para suami/ayah untuk mencari nafkah dan menindak dengan tegas pada suami/ayah yang lalai dalam mencari nafkah. Tentu, lapangan pekerjaan akan sangat mudah didapat karena kebijakannya yang independen akan serta merta berpihak pada umat. Itulah gambaran penerapan aturan Islam dalam memuliakan perempuan. 

Keempat, Khilafah akan mengambil peran untuk memenuhi seluruh kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga, income per keluarga hanya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.

Bandingkan dengan kondisi saat ini, kepala keluarga harus menanggung semua kebutuhan asasi keluarga (sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan pendidikan) di tengah upah yang minim sekali. Wajar problem keluarga semakin tinggi di sistem kapitalisme.

Kelima, Kekhilafahan akan mengelola SDA dengan mekanisme pembatasan kepemilikan yang tak dimiliki sistem kapitalisme. Sehingga negara mengelola seluruh kepemilikan umum dengan independen dan hasilnya diserahkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat.

Termasuk menyediakan modal untuk pengembangan usaha. Oleh karenanya, bukan hanya kebutuhan asasinya yang terpenuhi, tapi juga masyarakatnya akan makmur dan sejahtera. Karena hal demikian telah Allah SWT janjikan dalam surah Al-A’raf ayat 96.

Inilah gambaran bagaimana Islam memuliakan perempuan. Ketika perempuan tidak disibukkan dengan pencarian nafkah, perempuan akan fokus pada tugas utamanya yaitu mendidik generasi. Dari sinilah akan lahir generasi unggul yang merupakan aset negara dalam membangun peradaban mulia.