Delapan Dekade Merdeka, Pendidikan dan Kesehatan Masih Jauh dari Harapan
Oleh : Henise
Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Namun, alih-alih menikmati buah dari kemerdekaan yang panjang, rakyat masih harus bergulat dengan problem mendasar: pendidikan dan kesehatan. Fakta di lapangan memperlihatkan kenyataan yang menyedihkan. Sarana pendidikan, khususnya di daerah terpencil, masih jauh dari kata layak. Akses ke jenjang pendidikan lebih tinggi pun terbatas, membuat banyak anak bangsa kehilangan kesempatan emas untuk memperbaiki masa depan.
Di sisi lain, layanan kesehatan juga masih timpang. Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), layanan kesehatan di Indonesia belum merata. Masih banyak daerah yang kekurangan tenaga medis dan fasilitas memadai. Sementara itu, kasus stunting dan masalah gizi buruk masih menjadi persoalan serius, menunjukkan lemahnya perhatian negara terhadap kualitas kesehatan rakyat. Ironis, setelah delapan dekade merdeka, rakyat masih harus berjuang mendapatkan hak-hak dasar yang seharusnya dijamin negara.
Kapitalisme Melahirkan Ketimpangan
Mengapa kondisi ini terus berulang? Akar masalahnya ada pada sistem yang diterapkan: kapitalisme. Dalam paradigma kapitalisme, pendidikan dan kesehatan tidak dipandang sebagai kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi negara, melainkan komoditas yang bisa diperjualbelikan.
Negara hanya berperan sebagai regulator, sementara swasta diberi ruang besar untuk mengelola layanan publik. Akibatnya, kualitas pendidikan dan kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan finansial seseorang. Anak-anak dari keluarga mampu bisa menikmati sekolah unggulan dan layanan kesehatan berkualitas, sementara anak-anak dari keluarga miskin harus puas dengan fasilitas seadanya, atau bahkan sama sekali tidak bisa mengaksesnya.
Kapitalisme juga membuat pembangunan tidak merata. Daerah yang dianggap bernilai ekonomi mendapat perhatian lebih, sementara daerah terpencil dan minim potensi keuntungan sering diabaikan. Inilah sebabnya, potret sekolah reyot di pedalaman dan Puskesmas dengan fasilitas terbatas masih mudah dijumpai, meski negeri ini sudah merdeka puluhan tahun.
Lebih parah lagi, kapitalisasi pendidikan dan kesehatan membuka peluang bisnis besar bagi swasta. Sekolah dan rumah sakit swasta tumbuh subur, menawarkan layanan premium dengan biaya selangit. Rakyat kecil jelas tak mampu menjangkaunya. Pendidikan dan kesehatan akhirnya menjadi barang mewah, bukan hak dasar yang bisa dinikmati semua warga negara.
Islam: Negara sebagai Pengayom Rakyat
Islam menawarkan solusi yang sangat berbeda. Dalam pandangan Islam, negara diposisikan sebagai rā’in (pengayom) yang bertanggung jawab penuh memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan dan kesehatan. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, negara tidak boleh abai atau melempar tanggung jawab kepada swasta. Pendidikan dan kesehatan dipandang sebagai hak publik, yang wajib diberikan secara merata dan tanpa diskriminasi.
Dalam sistem Khilafah, pendidikan tidak hanya gratis, tetapi juga berkualitas dan merata. Negara membangun sekolah-sekolah, universitas, serta lembaga pendidikan lain hingga ke pelosok negeri. Sarana dan prasarana publik seperti jalan, jembatan, dan transportasi juga disediakan untuk memastikan akses ke sekolah tidak terhambat.
Begitu pula dengan layanan kesehatan. Rumah sakit, klinik, hingga pusat layanan kesehatan dasar dibangun dan dikelola negara untuk seluruh rakyat. Semua itu diberikan gratis, tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin dalam hal mendapatkan layanan pendidikan maupun kesehatan.
Baitulmal: Sumber Dana Berlimpah
Pertanyaan yang sering muncul adalah: dari mana negara mendapatkan dana untuk membiayai semua itu? Jawabannya ada pada baitulmal, lembaga keuangan negara dalam Islam yang dikelola berdasarkan syariat.
Sumber dana baitulmal sangat berlimpah, di antaranya:
1. Zakat yang dikelola negara untuk delapan asnaf.
2. Fai’ dan kharaj, yakni harta dari wilayah yang dikuasai.
3. Ghanimah (rampasan perang).
4. Pengelolaan sumber daya alam yang merupakan milik umum, seperti minyak, gas, hutan, tambang emas, nikel, dan sebagainya.
Berbeda dengan kapitalisme yang menyerahkan kekayaan alam kepada swasta dan asing, Islam menegaskan bahwa harta milik umum wajib dikelola negara. Hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat, termasuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.
Sejarah mencatat, pada masa Khilafah Islam, rakyat menikmati layanan pendidikan dan kesehatan gratis dengan kualitas yang tinggi. Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko, yang berdiri sejak abad ke-9, menjadi bukti bagaimana pendidikan dalam Islam sangat maju. Rumah sakit di Damaskus dan Baghdad pada masa Abbasiyah juga dikenal memberikan layanan gratis, bahkan membekali pasien dengan uang saku setelah sembuh agar tidak kembali miskin.
Menjemput Harapan Sejati
Kondisi pendidikan dan kesehatan di Indonesia setelah delapan dekade merdeka menunjukkan bahwa kemerdekaan politik belum berarti kemerdekaan hakiki bagi rakyat. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, pendidikan dan kesehatan akan tetap menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati segelintir orang. Rakyat kecil akan terus terpinggirkan, sementara ketimpangan makin lebar.
Islam telah membuktikan diri sebagai sistem yang mampu menghadirkan kesejahteraan nyata. Dengan paradigma bahwa negara adalah pengurus rakyat, pendidikan dan kesehatan diposisikan sebagai hak publik yang dijamin sepenuhnya oleh negara. Sumber kekayaan alam yang melimpah dikelola negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta atau asing.
Sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi sejati bukan sekadar reformasi birokrasi atau penambahan anggaran, tetapi perubahan sistem secara mendasar. Hanya dengan kembali kepada Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, rakyat akan merasakan hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya: terbebas dari penjajahan kapitalisme, sekaligus mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang gratis, merata, dan berkualitas.
Wallahu a'lam

Posting Komentar