-->

JANGAN ABU-ABUKAN KHILAFAH

Oleh : Madina Arifin (Mahasiswi Malang Raya)

Penamabda.com - Ajaran khilafah bagi pemerintah selalu dijadikan  sesuatu yang mengancam jika tetap ada di dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Tidak hanya itu, pemerintah juga menyebut bahwa ajaran khilafah adalah radikal yang akan membahayakan ketahanan negara. 

Dilansir dari republika.co.id pada sabtu 7 Desember 2019 lalu Menag memutuskan untuk menarik dan mengganti seluruh ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan jihad. Kemenag juga akan menulis ulang buku agama yang isinya menitikberatkan pada moderasi beragama (Kompas.com, 11/11/ 2019). Hanya jika dinyatakan menghapus, pihak kemenag menolak akan hal itu dan berkata bahwa setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan dan toleransi juga dihilangkan. "Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah,". 

Padahal sudah sangat jelas kebijakan kemenag tersebut akan menimbulkan pembelokan makna dari khilafah, sehingga ajaran khilafah tidak lagi difahami secara utuh oleh siswa di sekolah. Seperti halnya dalam media CNN Indonesia 2 Juli 2020 menjelaskan bahwa “Dalam buku agama Islam hasil revisi itu masih terdapat materi soal khilafah dan nasionalisme,” akan tetapi Menag memastikan buku-buku itu akan memberi penjelasan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia. (terkini.id 2/7/2020). 

Hal ini akan menghilangkan makna dari arti khilafah yang sesungguhnya. Padahal sudah jelas bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul pasti akan relevan sampai kapanpun. Ini jelas adalah penyesatan sistematis terhadap ajaran Islam. Karena ajaran Islam yang berpotensi mengganggu kepentingan rezim telah dihapus. Yang pastinya jika kebijakan ini dilanjutkan tentu akan menghasilkan Kurikulum Pendidikan sekuler anti Islam. Kurikulum yang menjadi rujukan mengarahkan anak umat memperjuangkan tegaknya Islam diganti materi yang mendorong mereka mengganti Islam dengan sistem buatan manusia. 

Padahal sistem khilafah adalah sistem yang dibawa oleh Rasul dan tentu sistem ini bukan sistem buatan manusia. Hukum-hukum yang dijalankan dalam sistem ini adalah hukum yang berasal dari Allah pencipta alam semesta. Tidak hanya itu, sejarah sudah mencatat bahwa peradaban dimasa khilafah telah bertahan 13 abad lamanya dan telah melahirkan banyak ilmuwan islam yang tentu manfaatnya bisa dinikmati hingga kini. Seperti contoh Al Khawarizmi, Ibnu Sina, dan tentunya mereka tidak hanya pandai dalam bidang keilmuwan, melainkan mereka mempunyai pribadi yang taat dan selalu takut untuk meninggalkan hukum-hukum Allah. Hal ini  membuktikan bahwa sistem khilafah adalah sistem yang tidak main-main untuk mengurusi umat hingga terlahir ilmuwan luar biasa. Sangat berbeda jauh dengan sistem demokrasi kapitalis yang dijalankan sekarang. Sistem yang berjalan dilandasakan atas hukum-hukum buatan manusia yang lemah, dan akan menjadi sebuah bencana yang menimbulkan kerusakan dimuka bumi. Serta akan menghasilkan generasi muslim yang bobrok dan semakin menjauh dari Islam.
Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 44 :

‎وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)

Maka, sudah sepantasnya kita sebagai seorang muslim harus meninggalkan sistem rusak buatan manusia. Sistem ini sudah jelas  tidak mampu melahirkan generasi emas layaknya para ilmuwan Islam dahulu dan segera kembali berhukum dengan hukum Allah. Sistem bobrok ini juga tidak akan pernah jadi solusi untuk setiap masalah yang muncul ditengah-tengah umat. Sehingga akan bertambahnya kemaksiatan dan melunturkan keimanan kaum muslimin.