Distribusi BLT Covid-19 Carut Marut, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Yang Sentralistik Terlihat Kedodoran
Distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat ke sejumlah daerah menuai polemik. Protes keras dilayangkan aparat desa hingga kepala daerah, mengenai pola distribusi BLT yang dikoordinir Kemendes PDTT.
Dalam pandangan pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Bambang Istianto, program bantuan yang ditujukan untuk penanganan dampak virus corona baru (Covid-19) ini merupakan sesuatu yang sangat diharapkan masyarakat terdampak.
"Ekspektasi tinggi saat ini tengah dinanti masyarakat, yaitu bagaimana bisa segera menikmati bantuan pemerintah berupa bantuan langsung tunai (BLT) maupun bantuan paket sembako," ujar Bambang Istianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/4). Namun, problem klasik dalam setiap penyaluran program bantuan kembali muncul.
Bambang Istianto melihat distribusi bantuan yang lambat, SOP penyaluran yang tidak jelas, serta data penerima yang tidak akurat, menunjukkan sistem pemerintahan sentralistik yang carut marut. Oleh karena itu, menurut Bambang, wajar jika Bupati Boltim, Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar, menyampaikan protesnya ke Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar.
Begitu pula dengan pernyataan sikap dari aparat desa di kabupaten Sukabumi, yang menolak bantuan gubernur, karena tidak tepat waktu. "Itu kian melegitimasi bahwa koordinasi distribusi bantuan pada masyarakat terdampak pandemi corona di negeri ini kurang baik," ucap Bambang Istianto.
Dari fakta-fakta itu, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) berkesimpulan, dukungan birokrasi pemerintah dirasa masih belum efektif.
Hal itu diperkuat dengan kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang menunda bantuan tahap kedua. "Itu kan karena harus menunggu akurasi data. Makanya kebijakan pemerintah yang sentralistik dalam penanganan penyebaran Covid-19 ini terlihat kedodoran," demikian Bambang Istianto.
Artikel ini telah tayang di Rmol.id
Artikel ini telah tayang di Rmol.id
Posting Komentar