-->

Janji Tinggallah Janji, Penguasa Kapitalis Hanya Mengejar Materi?

Oleh : Syifa Islamiati

Setiap 5 tahun sekali, Indonesia mengadakan pemilu (pemilihan umum) untuk pergantian presiden. Sebelum pemilu digelar, para calon presiden dan wakilnya sengaja menyambangi rumah-rumah warga untuk menarik simpatik dan mencari dukungan. Ada juga yang sampai ikut terjun menolong korban bencana alam. Sayangnya tujuan mereka seolah tidak benar-benar murni membantu sesama. Terselip tujuan lain yaitu hanya untuk mengumpulkan "suara" rakyat saja, agar cita-cita menjadi seorang presiden dapat terwujud.

Sering kita disajikan dengan tontonan para calon presiden yang berkoar-koar penuh semangat, menyampaikan visi misi mereka setelah menjadi presiden dan wakil presiden. Misal tahun 2014 lalu, salah seorang calon presiden menyampaikan bahwa jika ia terpilih menjadi presiden, ia akan membuat "kartu sakti" untuk mendapatkan sembako murah. Ia tidak akan pernah memakai barang-barang impor, dan janji-janji manis lainnya.

Tetapi apa yang terjadi setelah ia berhasil menduduki tahta kekuasaan? Adakah ia menepati janji-janji yang diucapkan saat kampanye? Nihil, tidak ada sama sekali janji yang terpenuhi. Semuanya hanya tinggal kenangan. Janji-janji manis yang sempat terucap ternyata hanya memberikan harapan palsu bagi rakyat, khususnya rakyat kecil kelas menengah ke bawah.

Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mengatakan "Banyak pemimpin yang ketika kampanye menebar janji-janji untuk mengambil simpati dari masyarakat. Namun ketika sudah terpilih, janji-janji tersebut hanya wacana dan urung terlaksana. Lalu apakah rakyat wajib menaati pemimpin tersebut?" (republika.com, 01/05/2015)

Kemudian Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi di depan Istana Presiden. Aksi tersebut dilakukan untuk memperingati 7 tahun kepemimpinan presiden Joko Widodo yang menghianati suara rakyat. Selanjutnya Koordinator Isu Hukum dan HAM BEM SI, Zakky Musthofa Zuhad pun mengatakan "Banyak janji-janji kampanye Jokowi yang hanya muncul saat pencalonan dirinya sebagai presiden. Namun setelah terpilih, janji-janji tersebut ia tinggalkan bahkan ia lupakan begitu saja." (kompastv.com, 21/10/2021)

Semisal kartu sembako murah yang ia buat, yang katanya untuk kesejahteraan rakyat nyatanya tidak ada fungsinya. Masyarakat yang memegang kartu ini memungkinkan untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau. Tetapi apa yang terjadi? Justru semua harga bahan pokok setiap tahunnya sebagian besar mengalami kenaikan. Dan mirisnya, kenaikan harga bahan pokok tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan penghasilan yang diperoleh rakyat.

Contohnya kasus minyak goreng yang belum lama ini terjadi. Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Rossanto Dwi Handoyo, SE. MSi. PhD, mengatakan bahwa kelangkaan minyak goreng di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu karena naiknya harga minyak nabati, pandemi covid-19 yang belum usai, serta proses distribusi dan logistik. (detik.com, 26/02/2022).

Kemudian tiba-tiba stok minyak goreng melimpah setelah pemerintah mencabut HET (Harga Eceran Tertinggi) di masyarakat. Seorang Ekonom dan Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira menilai bahwa jika pasokan minyak goreng melimpah, seharusnya harga menjadi turun. Namun kenyataannya harga minyak goreng kemasan semakin mahal karena dilepas dengan mekanisme pasar. Harga minyak goreng kemasan kini tidak lagi dipatok sesuai HET. Padahal perlu adanya HET untuk melindungi konsumen saat harga bahan baku minyak goreng naik tinggi. (liputan6.com, (30/03/2022)

Dampaknya, minyak goreng kemasan kini harganya bervariasi mengalami peningkatan, rata-rata dengan kisaran 24.000 perliter. Padahal Indonesia adalah negara penghasil sawit terbesar seAsia. Kenapa bisa semahal itu? Apakah ada mafia minyak di antara produsen dengan konsumen? Atau negara yang tidak berani menghadapi kartel-kartel? Yang pasti negara kapitalis jelas-jelas tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. 

Alhasil, walau harga kebutuhan pokok banyak yang melambung, rakyat tetap harus membelinya karena kebutuhan pokok tidak dapat ditunda. Rakyat semakin diperas. Tidak sedikit yang meninggal karena kelaparan akibat tidak dapat membeli bahan makanan. Sungguh dzolim penguasa hari ini. Tidak ada sedikit pun rasa belas kasihan penguasa melihat kesusahan rakyatnya. 

Penguasa kapitalis hanya mementingkan materi sebagai tujuan mereka. Semua hal yang mereka lakukan pasti tujuannya hanya untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Ada saja akal-akalan mereka agar dapat memeras rakyatnya. Mereka terus melakukan berbagai cara. Seperti wajib membayar pajak bagi pengguna jalan tol, menaikkan harga bahan pokok, mewajibkan memiliki kartu BPJS, menaikkan tarif dasar listrik, dan lain-lain.

Berbeda saat khalifah memimpin rakyat-rakyatnya. Semua rakyatnya tidak ada yang kelaparan, bahan pokok selalu tercukupi. Seperti kisah khalifah Umar bin Khattab. Ketika beliau mengetahui ada rakyatnya yang kelaparan, beliau segera bergegas mengambil bahan makanan, beliau memanggul dan memasaknya sendiri, lalu diberikan kepada rakyatnya yang sedang kelaparan tersebut. Sungguh beliau adalah khalifah yang ditakuti musuh-musuhnya tetapi memiliki hati yang lembut ketika melihat rakyatnya menderita.

Khalifah tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap rakyatnya, baik terhadap umat muslim maupun non muslim, semua diriayah dengan baik. Khalifah tidak pernah sekalipun berusaha memanfaatkan jabatan yang ia emban untuk memperkaya diri. Khalifah tidak pernah sekalipun berdusta kepada rakyatnya. Ia benar-benar berusaha memegang teguh syariat. Ia pun sungguh amanah meriayah rakyat-rakyatnya. Ia hanya takut kepada sang Maha Melihat jika ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, karena sungguh azab-Nya amatlah pedih bagi penguasa yang dzolim. 

Dalam Al-Qur'an surat Asy-Syura ayat 42, Allah Swt menegaskan:

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih”.

Tidak hanya itu, seorang pemimpin yang dzolim akan merasakan akibatnya nanti di Hari Pembalasan. “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang dzolim” (HR Tirmidzi).