-->

Sengkarut Kebijakan Benur, Bikin Babak Belur

Oleh: Ety R. Faturohim

Penamabda.com - Hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK kepada eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mengembangkan babak baru. Dalam penggeladahan itu, KPK berhasil mengamankan uang senilai Rp4miliar dan 8 unit sepeda yang diduga dibeli menggunakan uang suap perizinan ekspor benih lobster. Di samping itu, ditemukan pula sejumlah dokumen terkait perkara yang menyangkut suap benih lobster (benur). 

Dari penggeledahan yang dilakukan, KPK menduga Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp10,2 miliar dan USD 100,000 dari Suharjito selaku Direktur PT. Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP). Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku menteri KP memberikan izin sebagai eksporter benih lobster (benur). Hal ini menyebabkan ekspor benih lobster dihentikan sementara melalui surat edaran plt. Dirjen Perikanan Tangkap Nomor B.22891/DJPT/PI.130/XI/2020 tentang penghentian sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP). 

Namun, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang sempat menjabat sebagai Menteri KP Ad Interim menggantikan Edhy, menyatakan bahwa pihaknya telah mengevaluasi terkait kelanjutan kebijakan ekspor benih lobster yang dinilai baik dan perlu dilanjutkan. Luhut berkesimpulan ekspor benih lobster tidak menjadi masalah ketika dijalankan sesuai prosedur dan tetap dibarengi upaya pembudidayaan. Selain itu, Luhut meyakini kebijakan tersebut bermanfaat bagi masyarakat. 

Sebaliknya, kritik terhadap pernyataan Luhut disampaikan oleh Eks Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pujiastuti. Susi mengatakan bahwa memang aturan ekspor benih lobster tidak menyalahi aturan. Namun, Susi melarang perdagangan benih lobster dan lobster berukuran kurang dari 200 gram ke luar negeri. Sebab, lobster dengan ukuran yang lebih kecil cenderung memiliki nilai jual yang rendah. Maka, benih lobster akan lebih baik jika dibiarkan berkembang secara alami di laut lepas untuk dibesarkan, yang nantinya dapat diekspor dengan nilai yang lebih tinggi.

Dari fakta di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan ekspor benih lobster jelas bukan kebijakan yang tepat. Sebab, hal tersebut akan menurunkan nilai jual bagi benih lobster. Selain itu, ekspor benih lobster hanya memiliki satu pasar tujuan yakni Vietnam. Padahal, pasar ekspor lobster untuk konsumsi yang berukuran diatas 200 gram ada di banyak negara. Maka, jika izin ekspor benih lobster tetap diberlakukan, bukan tidak mungkin penghasilan masyarakat dari sumber daya perikanan akan menurun dan ini juga akan menggerus budidaya lobster itu sendiri. 

Oleh sebab itu, kebijakan ini nyatanya memang berpihak pada kepentingan pemilik modal. Terlihat, yang diuntungkan dalam kebijakan ini adalah para oligarki yang berkepentingan dalam bisnis ini. Kementrian KKP hanya fokus pada regulasi lobster, namun abai terhadap bidang lain karena adanya peluang korup. Hal ini membuktikan bahwa monopoli ekspor benih yang makin berkelindan dengan adanya pejabat korup.

Jika merunut terkait kontroversi ekspor benur, pertanyaannya, demi siapa ekspor tersebut dilakukan? Padahal negara hanya mendapat pajak Rp9.350,- hingga Juni 2020. Artinya, kebijakan ini merupakan kebijakan yang merugikan bagi negara. Jelas, yang diuntungkan adalah pihak yang bermain didalamnya, yakni para pemilik modal yang memainkan peran pejabat agar bersedia menyalahgunakan kekuasaannya untuk memuluskan kepentingan pribadinya. Alhasil, lahirlah kebijakan-kebijakan pesanan yang sejatinya merupakan bentuk dari neoliberalisme.

Inilah potret pemerintahan kapitalis yang melahirkan karut marut penanganan potensi kekayaan laut. Kebijakan yang diambil dalam kapitalis hanya berpihak pada segelintir orang. Bergantinya menteri dalam kapitalis nyatanya tak memberikan perubahan yang berarti. Karena pemerintahan dalam sistem kapitalis tidak memliki pijakan yang jelas dan hanya mengutamakan materi semata. 

Berbeda dengan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Kebijakan yang dikeluarkan dalam sistem Islam akan mewujudkan sebaik-baiknya pengurusan umat. Selain itu, Islam akan meniadakan praktek monopoli perdagangan yang disetir oleh oligarki demi ambisi pribadinya. Dalam hal ini, Islam mengharamkan adanya privatisasi sumber daya perikanan yang merupakan salah satu sumber pemasukan bagi negara. Rasulullah Saw bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api"(HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Maka, sumber daya perikanan dan kelautan merupakan bentuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola oleh individu ataupun kelompok tertentu. Laut beserta isinya merupakan sumber daya alam milik umum, yang pengelolaannya harus dilakukan oleh negara dan hasilnya digunakan untuk sebaik-baiknya kemaslahatan umat. Rasulullah Saw bersabda," Imam adalah raa'in  pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusaan rakyatnya" (HR. Al-Bukhari).

Sisten Islam dengan Khalifahnya yang berperan sebagai pengurus rakyat tentu akan menghilangkan segala bentuk monopoli perdagangan. Di samping itu, Khalifah tidak akan membiarkan pejabatnya menjadi makelar yang memuluskan bisnis kapitalis hingga terjerat kasus suap. Maka, negara berideologi Islam adalah suatu kebutuhan bagi umat islam saat ini. Hanya Islam yang akan menjamin pengelolaan setiap sumber daya alam bebas dari campur tangan asing. Sehingga, kesejahteraan dan keberkahan dapat dirasakan oleh seluruh umat.

Firman Allah swt, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat ayat kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya" (TQS Al A'araaf: 7). Wallahu a’lam bish ash showwab