-->

Demi Konten, Akhlak dibuang ke Ponten

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Beredar sebuah video yang diunggah oleh akun Twitter @Namaku_Mei membuat warganet geger. Bagaimana tidak, dalam video tersebut tampak seorang pemotor wanita sedang memamerkan pakaian dalamnya (Suara.com, 17 September 2020).

Tak terlihat sedikitpun rasa malu, dengan mengendarai motor,  wanita ini terlihat tertawa dan malah semakin menambahkan aksinya yang diduga demi konten di media sosial. Peristiwa ini memang sudah masuk laporan kepolisian. Namun, sebetulnya ada perkara yang lebih penting dari itu semua.

Yaitu rusaknya Akhlak wanita itu dan lemahnya ikatan masyarakat tentang standar baik buruk, terpuji atau tercela bahkan halal atau haram. Ditabrak begitu saja, sebab sudah berganti kepada hawa nafsu. Dengan tindakannya , wanita itu tak lagi memperhitungkan apakah merugikan warga lain atau tidak, baginya konsisten mengisi konten itu lebih utama, sebab banyaknya follower menjanjikan uang yang tak sedikit. 

Urusan bertambah follower atau tidak memang sudah jadi hitungan baku ketika sebuah  produk digital diluncurkan, namun haruskah segala cara dihalalkan. Jika sudah begitu, maka harta yang ia peroleh juga tak halal, jika kemudian dibelikan makanan atau disedekahkan maka menjadi tidak berkah. 

Dan peristiwa yang memang ditujukan agar viral dan eksis ini tak sekali dua terjadi, banyak yang lebih gila dan boleh dikata putus urat malunya. Dimana letak kesalahannya? Pertama, sistem sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) memang telah mencabut fitrah dalam diri manusia yaitu kebaikan. Dari sisi kurikulum pendidikan yang berdasar akidah yang shahih  dari  negara pun tak hadir, negara membiarkan praktik-praktik ini sebagai bagian dari gaya hidup. Naudzubillah..

Kedua, sistem sekulerisme pulalah yang menggeser standar kebaikan dan keburukan di dalam masyarakat, perasaan , pemikiran mereka sudah lagi tak sama terhadap satu hal, seperti misalnya peristiwa pengendara motor ini. Ada yang berpendapat bagian dari fashion gaya hidup asal tak mengganggu tak mengapa, sedang kelompok yang lain mengatakan tak pantas dilakukan oleh seorang wanita terlebih jika dia seorang muslimah. Padahal semestinya masyakarat bisa satu suara, inilah yang kemudian mengundang ketidaktentraman di dalam masyarakat. Sebab suasana yang dibangun sudah suasana kejahiliyahan. Tentu kiblatnya adalah barat atau kafir.

Ketiga, tidak ada sanksi yang tegas dari penguasa yang notabene memiliki kekuasaan menegakkan hukum. Sudah jelas bagian dari perusak masyarakat, karena meresahkan, justru penguasa lebih jeli memperkarakan mereka yang menyerukan penerapan Islam secara Kaffah, padahal dari fakta yang ada ini, hanya Islam yang sanggup memberikan keadilan. Bukan demokrasi yang asasnya sekulerisme. 

Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengubah keburukan ini menjadi kebaikan. Dan kebaikan hanya ada dalam Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah berikut ini: 

"Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim). 

Wallahu a' lam bish showab